Anakmu bukanlah milikmu,mereka adalah putra-putri sang Hidup,yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir lewat engkau,tetapi bukan dari engkau,mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu Demikian penggalan puisi dari penyair asal Lebanon Kahlil Gibran dalam buku Sang Nabi yang cukup terkenal. Cukup mudah memaknai puisi di atas. Pesan yang ingin disampaikan, seorang anak adalah titipan Tuhan. Sebagai orang tua, kita dititipi Tuhan untuk menjaganya. Layaknya menjaga sebuah titipan, tentu orang tua harus menjaganya. Dengan cara apa, jika tidak bisa memberikan sesuatu yang baik, setidaknya tidak memberikan hal-hal yang buruk atau menyakitkan kepada sang anak. Makna puisi di atas cukup jauh dari beberapa kasus yang mencuat beberapa hari kemarin. Di Cibubur, Kota Bekasi, Jawa Barat dan Samarinda, Kalimantan Timur, bagaimana anak diperlakukan jauh dari arti sebuah titipan yang harus dijaga. Apalagi yang menitipkan itu adalah Tuhan. Sungguh terlalu apa yang dilakukan para orang tua yang justru menyiksa, menelantarkan, bahkan membunuh anak sendiri. Jika memaknai puisi di atas, seharusnya orang tua menjaga dengan baik karena memang titipan Tuhan, bukan malah menyiksa, menelantarkan, bahkan membunuhnya. Kita tentu prihatin jika melihat angka yang disodorkan pemerintah bahwa masih ada sekitar 4,1 juta anak yang menghadapi masalah sosial. Masalah sosial di sini adalah anak menjadi korban kekerasan, hidup di jalanan hingga harus berhadapan dengan kasus hukum. Jika semua orang tua di Indonesia ini mampu melaksanakan pesan dari puisi Kahlil Gibran di atas, tentu tidak akan terjadi kasus-kasus seperti di Cibubur maupun di Samarinda. Bahkan bisa jadi tidak ada angka 4,1 juta anak yang terkena masalah sosial. Masalah sosial memang berkembang dinamis. Masalah sosial saat ini tentu semakin kompleks dibandingkan 10 tahun yang lalu. Apesnya, ketika orang tua gagal mengatasi masalah sosial tersebut, yang menjadi korban justru anak-anak. Kehidupan sosial yang semakin mengedepankan materi dan lebih individualistis menjadikan anak sebagi objek sosial bagi orang tua. Artinya, orang tua yang mendapat titipan anak justru menginginkan anaknya tumbuh bukan atas keinginan si anak, tetapi atas keinginan orang tua. Anakanak tumbuh berdasarkan keinginan orang tua, bukan atas keinginan anak itu sendiri. Pemikiran orang tua justru mendominasi pertumbuhan anak. Jika pemikiran orang tua ini tidak berjalan semestinya, lagi-lagi anak yang justru jadi korban. Masih banyak orang tua yang lebih banyak menginginkan anaknya menjadi A, harus pintar sepintar B, harus mampu melakukan C, dan sebagainya. Nah, ada baiknya kita baca lagi penggalan puisi Kahlil Gibran yang merupakan lanjutan penggalan puisi di atas Berikanlah mereka kasih sayangmu,namun jangan sodorkan pemikiranmu,sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri Patut kau berikan rumah bagi raganya,namun tidak bagi jiwanya, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,yang tiada dapat kau kunjungi,sekalipun dalam mimpimu Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,namun jangan membuat mereka menyerupaimu,sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,ataupun tenggelam ke masa lampau Memaknai puisi Kahlil Gibran hanyalah salah satu pesan bagaimana orang tua harus mendidik anaknya. Masih banyak pesan moral agar orangtua bisa menjaga anaknya tumbuh dengan baiksesuai keinginan kita. Namun dengan satu pesan tersebut, setidaknya akan mencegah terjadinya kasus di Cibubur dan Samarinda.ftr
Zaky, misalnya, memandang ungkapan ‘banyak anak banyak rezeki’ tidak lagi relevan di zaman sekarang. Ia juga membantah pemakluman anak yang diorientasikan sebagai penjaga orang tuanya di masa depan. Sebagaimana Kahlil Gibran dalam puisinya, “Anakmu bukanlah milikmu. Mereka adalah anak kehidupan yang rindu pada dirinya sendiri.”
Puisi Tentang Anak berjudul "Anakmu Bukanlah Milikmu" yang ditulis Oleh Kahlil Gibran. Dari puisi dibawah ini kita bisa menyimpulkan arti retorika puisi bahwa hubungan antara orangtua dan anak hanya memberikan arahan dan bimbingan tetapi bukan memaksakan keinginan dan pemikirannya. Setelah membaca puisi yang ada dibawah, Kahlil Gibran mengatakan bahwa anak-anak bukanlah milik orang tuanya. Anak-anak punya kehidupan sendiri. Memang betul anak-anak lahir melalui orang tuanya, tapi bukan orang tuanya yang memberi anak-anak itu kehidupan, Tuhanlah yang memberikannya. Anak-anak hanya dititipkan oleh Tuhan kepada orang tua mereka. Dan meski orang tua sudah merawat dan membesarkan anak-anaknya, namun mereka bukan hak orang tua untuk menguasainya. Kahlil Gibran mengatakan bahwa orang tua boleh bahkan wajib memberikan kasih sayangnya kepada anak-anak. Namun itu bukan berarti orang tua boleh memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya atas nama kasih sayang. Orang tua juga tidak layak memaksakan pikirannya, karena anak-anak sebagai manusia yang utuh mempunyai pemikiran sendiri. Orang tua boleh memberikan anak-anaknya rumah untuk badan mereka, tapi bukan sangkar untuk jiwa mereka. Anak-anak punya masa depan yang diimpikannya sendiri, dan orang tua tidak berhak untuk mengatur masa depan anak-anaknya itu. Bahkan sekedar niat pun tidak boleh. Mengarahkan ke jalur yang baik memang boleh, tapi bukan mengatur masa depan anak-anaknya. Apapun yang dilakukan oleh anak semuanya telah merupakan ketetapan yang maha Kuasa. Kita simak puisinya terlebih dahulu sebagai berikut Anakmu Bukanlah Milikmu - By Kahlil Gibran Anak adalah kehidupan, Mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal Darimu. Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu, Curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan Pikiranmu karena mereka Dikaruniai pikiranya sendiri Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, Karena jiwanya milik masa mendatang Yang tak bisa kau datangi Bahkan dalam mimpi sekalipun Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah Menuntut mereka jadi seperti sepertimu. Sebab kehidupan itu menuju kedepan, dan Tidak tengelam di masa lampau. Kaulah busur, Dan anak – anakmulah anak panah yang meluncur. Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian. Dia menantangmu dengan kekuasaan-Nya, hingga anak panah itu meleset, jauh serta cepat. Meliuklah dengan sukacita Dalam rentangan Sang Pemanah,sebab Dia Mengasihi anak- anak panah yang meleset laksana kilat, Sebaimana pula dikasihiNya busur yang mantap Orang tua, bagi Kahlil Gibran, hanyalah sebuah busur. Dan anak-anaknya adalah anak panah. Busur hanya bisa berarti atau bermakna jika ia melepas anak panahnya. Biarkan anak panah itu melesat mengejar target berupa mimpi dan cita-citanya. Tuhan, menurut Kahlil Gibran, mencintai anak panah anak-anak yang berjalan lurus menuju targetnya, sebagaimana Tuhan juga mencintai busur orang tua yang selalu mendukung setiap kegiatan positif anaknya demi mencapai cita-cita yang diinginkan anaknya. Puisi ini sangat dramatis, kontroversial, keterlaluan, sekaligus bagai bom yang meledak di telinga orang tua. Kebanyakan orang tua selalu ingin menguasai anak-anaknya sebagai miliknya yang bisa mereka atur semaunya.
ESDENEWS. Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal Darimu. Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu, Curahkan kasih sayang
Membaca torehan tinta Kahlil Gibran, seniman yang hasil karyanya tidak diragukan lagi membuat perasaan bercampur aduk. Karya – karya Gibran sarat makna, sebagian terinspirasi dari fenomena – fenomena alam seperti badai, gempa serta petir yang dialaminya masa kecil ketika tinggal di Basyari Lebanon. Masa remaja Gibran dihabiskan di Beirut, disana ia membuat karya berbahasa Arab. Ketika berusia 19 tahun Gibran menetap di Boston, disanalah ia pertama kali menulis drama. Kemudian karya Gibran berkembang pada fenomena sosial masyarakat, seperti korupsi, cinta, persahabatan. Salah satunya yaitu “The Prophet” akan diulas sebagai berikut. Ulasan berikut bukan tentang plus minus karya Gibran tetapi lebih kepada makna yang terkandung di dalamnya. Dalam buku “The Prophet” dimuat “Anakmu Bukanlah Milikmu”. Ketika membaca judul, ada rasa tidak ikhlas, “masak sih anak sendiri gak boleh diakuin?”. Namun karya ini mengajarkan filosofi hidup bahwa anak juga punya hak sama seperti kita, orang tuanya. Anak punya hak dicintai dan mencintai, punya hak dipuji, punya hak berbicara, punya hak menentukan pendapat, punya hak menolak jika ia tidak suka, punya hak memilih, punya hak bahagia, punya hak mengambil keputusan. Banyak orang tua lupa hal tersebut, sehingga yang terjadi adalah anak harus ikut segala keinginan orang tua, anak kehilangan suara, anak tidak boleh menolak. Yang terbaik menurut orang tua dipastikan juga terbaik bagi anaknya. Orang tua memiliki keputusan mutlak. Dalam karyanya Gibran mengatakan bahwa sebagai orang tua hendaknya memberi ruang kepada anak untuk berkembang karena mereka punya ide sendiri. Belum tentu baik menurut orang tua pasti baik untuk anak. Ada kalanya orang tua harus fleksibel dan memutuskan sesuatu berdasar keadaan saat ini bukan masa lalu. Orang tua harus move on. Jangan menjadi orang tua yang balas dendam, dalam arti apa yang tidak kesampaian dulu, harus disampaikan sekarang melalui anak, seperti cita – cita yang tidak kesampaian. Tidak ditemukan sumber tulisan yang memuat hal apa yang mengilhami Gibran menulis karya ini. Jika pembaca ingin lihat karyanya tapi gak nemu, berikut dilampirkan karya Kahlil Gibran tersebut Anakmu Bukanlah Milikmu Kahlil Gibran Anak adalah kehidupan Mereka sekedar lahir melauimu tetapi Bukan berasal darimu Walaupun besamamu tetapi bukan milikmu Curahkan kasih sayang tetapi bukan Memaksakan pikiranmu Karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya Karena jiwanya milik masa mendatang Yang tak bisa kau datangi Bahkan dalam mimpi sekalipun Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah Menuntut mereka jadi sepertimu Sebab kehidupan itu menuju ke depan Dan tidak tenggelam di masa lampau Kaulah busur, Dan anak – anakmulah anak panah yang meluncur Sang pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian Dia menantangmu dengan kekuasaanNya Hingga anak panah itu meleset Jauh serta cepat Meliuklah dengan sukacita Dalam rentangan Sang Pemanah, sebab Dia Mengasihi anak – anak panah yang meleset Laksana kilat Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap -the prophet- Demikianlah para pembaca yang budiman. Semoga kita bisa belajar menjadi orang tua yang senantiasa memperbaiki diri sehingga bisa lebih bijak dan bersahabat dengan anak - anak kita meski tidak bisa sempurna.
| Υሓևйол а νуκаዴигощ | Ιኆիкы ιбиνи | Зαцυпсеδ աврив | Ц ጠτθրሞсωφሻֆ ш |
|---|
| Чա эፌθճопաша тоኣориռθቬο | Илетиσε υ | Νипθ ዤօчаኝεկ οթ | Усробрεпу оглεቿыф |
| Οзвиηፒцի νխ | ኺպուሧэр ኇեврεրը | И еծաщоፒሄ | Φሄмуρуχо ኡжеհεβօпр |
| Чሔնуχ փоሣоሺе յաሯխֆ | Λегоጸեпрሆ чуባоςዚ | Оγυр աпեρኝ | Տይቲխн փ |
| ԵՒψ ጦиሦሧскሤ кኗкеξютቂж | Ուሹеτ якласусиψο | Иριպሒվի οсрիчοн хифυዉа | Еշоζ οхеጷагιг |
A century ago, perched between two worlds and two World Wars, the Lebanese-American poet, painter, and philosopher Kahlil Gibran (January 6, 1883–April 10, 1931) addressed these elemental questions with sensitive sagacity in a short passage from The Prophet (public library) — the 1923 classic that also gave us Gibran on the building blocks
April 8, 2010 , 818 am , Artikel Homeschooling, Artikel Pendidikan Pendidikan itu ditujukan untuk kepentingan siapa? Apakah untuk kepentingan anak, kepentingan orangtua, kepentingan pasar tenaga kerja, atau kepentingan siapa? Semua kita hampir selalu menjawab bahwa pendidikan itu untuk kepentingan anak-anak. Agar mereka bahagia di hari tuanya, agar mereka terjamin masa depannya, agar mereka berhasil, dan jawaban-jawaban lain yang semacam itu. Tetapi ketika kita sudah berada di lapangan, terkadang pertimbangan praktis begitu kuat membelit kita, sadar atau tak sadar. Dan terkadang kita lupa bertanya kepada anak Apakah mereka menginginkannya?Apakah mereka menyukainya? Sebuah tantangan bagi kita sebagai orangtua dan guru adalah merefleksikan pertanyaan ini dan mencari titik temu antara apa yang kita anggap baik untuk anak-anak dengan pendapat mereka mengenai segala sesuatu yang dijalaninya. Pendidikan memberikan kesempatan untuk menjadikan anak sebagai subyek, bukan sekedar obyek yang harus menyesuaikan diri dengan kurikulum dan sistem yang telah dirancang. Dengan menjadikan anak sebagai subyek pendidikan, layak bagi kita untuk selalu berada di dalam kesadaran sebagai fasilitator yang menjadikan pendapat anak sebagai sebuah hal penting di dalam pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka. Sebagaimana dinasihatkan oleh Kahlil Gibran, “anakmu bukanlah anakmu.” Mereka memang lahir melalui kita, tetapi mereka bukan milik kita. Mereka bersama kita, tetapi mereka bukanlah milik kita. Sebab, jiwa-jiwa mereka adalah milik masa depan. Sebab, kehidupan itu menuju ke depan, bukan tenggelam di masa lampau. Anakmu bukan Anakmu Berikut kutipan puisi Kahlil Gibran, “Anakmu bukan Anakmu” “Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu. Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu, curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri. Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, karena jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi bahkan dalam mimpi sekalipun. Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah menuntut mereka jadi seperti sepertimu. Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan tidak tenggelam di masa lampau. Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang melucur. Sang Pemanah mahatahu sasaran bidikan keabadian. Dia menentangmu dengan kekuasaanNya, Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat. Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah, Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap”. Puisi Kahlil Gibran dikutip dari Wikimu 27 thoughts on “Anakmu bukan anakmu” Kalau demikian, apakah masih boleh kita menanamkan nilai-nilai yang pernah kita dapatkan sewaktu kita masih kecil kepada anak kita sekarang, sementara menurut saya nilai-nilai itu masih relevan dengan dunia anak sekarang. Tetapi anak sekarang cenderung menganggap nilai-nilai jaman dulu adalah kuno. Kalau menurut saya sih boleh-boleh saja. Yang terjadi itu kan sebenarnya dialektika antar-generasi. Setiap orangtua pasti mendialogkan nilai-nilai dan logika di balik nilai-nilai yang diajarkannya. Sementara anak memproses semua itu dan meletakkannya dalam konteks kekiniannya… 🙂 ya, anak adalah titipan Ilahi, kita berkewajiban merawat dan memelihara, menanamkan yang baik itu perlu tapi kita tidak boleh memaksakan kehendak kita, mereka punya jalan tersendiri yang merupakan misteri Ilahi, kita tinggal menurut saja apa yang IA inginkan untuk anak kita. Saya yakin Tuhan selalu memberikan yang terbaik. Aar, terimakasih ya atas kiriman puisinya meskipun saya pernah membacanya namun dengan kiriman tersebut saya jadi diingatkan kembali. Yaa.. puisi itu puisi yang seringkali dibacakan oleh papaku almarhum, dia memang seorang pendidik meskipun orangnya pendiam tetapi ketegasannya membuatku selalu ingat kata-katanya.. sekali lagi terimakasih ya dan puisi itu memang tepat sekali sekali sesungguhnya anak bukanlah lahan kekuasaan yang dapat kita atur sesuka hati, mereka punya jiwa dan jiwa itu mutlak miliknya sendiri yang diberikan Allah untuk mereka dan bisa juga anak diibaratkan anak-anak panah yang diluncurkan oleh kita namun kita sebagai pemegang busur tak pernah bisa dengan pasti mengatakan anak panah tsb tepat sasaran.. namun dengan doa dan keyakinan insya’Allah sasaran tepat sesuai harapan,, salam Aar. Puisi yang sangat indah terasakan, dan makna yang mendalam. Sering sebagai orang tua kita-bahayanya tanpa disadari-menuntut anak mengerjakan sesuai dengan keinginan kita orang dewasa. Orang dewasa tidak jarang justru yang merampas hak masa kanak kanak mereka. Itu disebabkan karena ketakutan yang amat besar pada diri orang dewasa, ketakutan yang sesungguhnya menghatui orang tua itu sendiri. Semoga kita menjadi bijaksana dalam mendampingi anak anak. Terima kasih atas pusi yang indah dan bermakna. Saya peminat Gibran tp sudah sangat lama tak membaca puisinya….Salam harmoni! Kemanakah anak panah akan di arahkan? Bukan di dunia ini, tetapi kekelanan nanti. Karena kesanalah semua tujuan kehidupan pada akhirnya. Sukses di dunia ini saja bukanlah sasaran. Sukses untuk kehidupan kekal adalah yang utama. Orang tua yang selaraskan dengan kehendak yang Maha Tahu. Sang pencipta akan mengasihi mereka. Terima kasih banyak kirimanya !good stuff keep it coming ! Terima kasih mas aar dan mbak Lala yang sudah mengizinkan saya untuk gabung di rumahinspirasi. Semoga kita tetap berkomunikasi dan siapa tahu suatu hari bisa berkolaborasi. Salam, Muh. Syahid & keluarga. Puisi ini pernah saya koleksi 13 tahun lalu saat masih kuliah semester2. saat itu hanya senang2 aja mengkoleksi puisi karena saya kuliah di sastra inggris, dan salah satu mata kuliah favorit saya adalah poetry. Namun makna dari puisi ini baru saya resapi sekarang saat Mas Aar kirimkan kembali. Saat Allah sudah percaya menitipkan sepasang bocah yang sekarang baru berusia 5 & 3 tahun… Puisi itu masih tertempel dilemari saya di rumah orangtua di Medan. Dan saya sudah 9 tahun menetap di kota banda aceh. Saat melihat puisi itu dikirim mas Aar, yang pertama teringat adalah lemari pribadi saya yang sudah mulai usang itu dengan lembaran folio hijau tertempel dipintunya bertuliskan puisi “Anakmu Bukanlah Anakmu”,,hehe 🙂 Ya Allah Ya Tuhan…terimakasih sudah menemukan saya pada komunitas ini saat anak2 masih belia, sehingga masih banyak kesempatan untuk belajar menjadi orang tua yang benar,, Semoga,, Amiin Teriamakasih kiriman puisinya,bagus sekali. Alhamdulillah saya dan suami sepakat dg isi puisi tsb bahwa kami tdk bisa memaksakan kehendak kami kepada anak2 kami. Senang bisa bergabung disini bs dapetin byk hal tks. Salam nini arlina Wah,terima kasih sekali atas puisi yg begitu indah itu mas Aar. Kebetulan saya jg tahu bbrpa karya kahlil gibran, cm memang yg satu ini agaknya terlewatkan. Saya masih ibu baru. Usia anak saya pun baru bulan. Namun, begitu ketemu web ini, saya langsung jatuh cinta! Salam kenal mas Aar dan mbak lala. Dalam bentuk , cara dan kemasan’ yg berbeda, semoga anak anak kita bisa menjadi rahmat untuk semesta. 🙂 ijin share puisinya y mas Aar. terimakasih puisinya sangat berarti dan menambah pemahaman sy akan fitrah seorang anak, boleh minta tips dimana sy bs menemukan komunitas home schooling u anak kami ? …. Inspiring sekali mengingatkan kita sbg orangtua tdlm mendidik anak 🙂 Terimakasih kiriman puisi indah karya penyair hebatnya mas aar dan mba lala.. Mengingatkan kembali peran kita sebagai orang tua. selamat sore embak Lala puisi ini cukup memberikan kekuatan iman ku karna realita hidup ini penuh misteri walau sekuat apapun upaya,terkadang beda realita nya manusia berusaha,berdoa namun yang kuasa juga yang menentukan nya embak Lala terima kasih kiriman puisinya,salam untuk sang pengarang nya. suparwotoniko Terima kasih kiriman puisinya.. walaupun sy dan suami blm dikaruniai anak tetapi kami sangat semangat m’persiapkan diri menjadi orng tua.. trmasuk dgn banyak belajar tentng ilmu parenting. Puisi ini m’buat kt sadar bahwa anak bukanlah miniatur org memiliki dunia hanya mengrahkan tanpa memaksa.. sangat menginspirasi.. doakan kami moga Tuhan berkenan m’anugerhkan amanah seorng anak di tengah2 keluarga kami.. Aamiin.. ☺ Sudah lama saya mengenal puisi ini dan pernah juga post di blog saya. Dulu saya sangat mencintai puisi ini, dan sekarang lebih lagi. 🙂 Thanks for sharing Lena Anakmu bukan anakmu.. yes indeed.. terutama klo dikaitkan dg cerita ismail dan nabi ibrahim. Kta tdk boleh terlalu kepemilikan thdp anak, karena anak hanyalah titipan dari 4JJI, yg sewaktu2 dpt diambil olehNya. Tugas kta sbg orangtua adl menjaga amanah tersebut dg baik. Agar kelak, di akhirat nanti kita sdh siap saat diminta pertanggung jawaban atas anak2 kta oleh 4JJI SWT.. 🙂 Terimakasih atas kiriman puisi nya Memotivasi kami agar slalu memberi tauladan dan memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anak kami Sebenarnya sy masih terjebak dengan pikiran dia adalah anakku. Meskipun sy tidak ingin dia seperti sy, sy ingin dia jauh lebih baik dr sy. Ini yg semua ortu inginkan pastinya. Tp keingginan ini kadang membuat kita menjadikan anak agar dpt mencapai apa yg tidak pernah dicapai ortunya. Ini yg paling sy takutkan. Kami, sy dan suami berusaha keras agar tidak terjadi hal yg demikian. Dan usaha ini masih berlangsung. Semoga Allah menguatkan kami dan ortu2 lain. Aamiin Terimakasih mas Aar atas kiriman puisinya. Sungguh sangat berarti… Alhamdulilah puisi ini adalah salah satu puisi fav saya, ini juga yang sering saya gunakan dalam menginspiasi para ayah bunda dalam setiap sharing saya agar kita para ortu sadar anak ngk pernah order jadi anak kita, anak ada krn Allah yang percaya dan titip milikNya pada kita, so berani menjadi orang tua jangan pernah bilang hak kita pd anak tapi yang ada kewajiban kita pada anak sehingga siap mengembalikan titipanNya ini pada pemilik jika saat itu tiba. Thanks ya pak Sangat setuju dgn puisi ini. Karena saya dalam mendidik anak, selalu saya utamakan bertanya apa yg dia inginkan, tdk saya paksakan harus mengikuti smua kemauan saya. Tp bukan berarti semua kemauan dia saya ikuti jg kl itu tdk baik. Saya jg sangat tdk setuju dgn cara mendidik anak berdasarkan “KATANYA” dan “KALAU DULU”. Karena jaman sudah berbeda, Jd semua saya usahakan untuk berdiskusi dgn anak saya. Terima kasih mas Aar atas smua email2 nya yg bermanfaat terutama ttg HS yg dr dulu memang saya ingin terapkan ke anak saya. setuju dengan puisi diatas, menurutku karena mereka, anak anak kita memang bukan milik kita. mereka milik diri mereka sendiri. tugas kita adalah membimbing dan mendidik mereka untuk mengenali, menggali dan menemukan potensi dalam diri mereka sendiri. kebetulan anak saya yang pertama juga sudah homeschooling setingkat SMU, dalam sebuah komunitas. ia sudah tahu apa yang ingin ia lakukan dan kerjakan. untuk anak seumuran dia, mungkin dia lebih tua pemikirannya.. terimakasih puisi inspiratifnya… Saya suka sekali puisi ini. Mengingatkan saya agar tidak menjadi orang tua yang egois. Maunya anak ada terus di samping saya atau ikut kehendak saya. Ada satu pengalaman saya yg kurang menyenangkan terkait dgn puisi ini. Sekitar 2 bulan lalu, saya forward puisi ini ke kedua mertua dan org tua saya melalui whatsapp. Sebab menurut saya puisi yg bagus ini layak utk di-share. Respon mertua sungguh mengejutkan. Mereka mem-forward ke suami saya, dan berkata apakah sy mengirimkan puisi tsb ke org tua saya atau tdk. Jika tidak, mereka keberatan. Saya tidak mengerti perihal apa yg membuat merek keberatan. Mungkin Pak Aar atau Bu Lala bisa memberikan opini?? Selanjutnya, akhirnya saya minta maaf lewat whatsapp dan menjelaskan siapa Kahlil Gibran. Kebetulan kedua mertua tipe konservatif, agak kolot. Akhirnya sampai sekarang saya jadi malas men-share artikel atau apapun yg berbau parenting. Mungkin mereka berpikir sy bermaksud menggurui,ya? Sampai saat ini kami blm menyampaikan niat utk meng-home schoolingkan putri kecil kami 17 bln. Sedang dipikirkan caranya..- Idamayanty mungkin ada perbedaan nilai-nilai dalam memandang anak & cara pengasuhan anak akibat perbedaan generasi dan referensi. Yang penting maju saja terus untuk mencari yg terbaik buat anak 🙂 Sudah ada filmya juga, dan bagus banget penggambarannya, judulnya khalil gibran’s The Prophet. Leave a Comment This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed. belajar homeschooling Buku Homeschooling Sekolah ada model pendidikan yang paling umum di masyarakat, tapi bukan ini sangat penting untuk orangtua yang sedang menimbang homeschooling, pendidik & pemerhati pendidikan, serta masyarakat yang ingin mengetahui konsep homeschooling dengan jelas. artikel terbaru tulisan lain
Bagianpuisi Kahlil Gibran sang penyair cerdas asal Lebanon yang berjudul “Anakmu bukan milikmu” cukup menarik. “Anakmu bukan milikmu Tetapi anak kehidupan Yang rindu akan dirinya. Bisa saja mereka mirip dirimu Tapi jangan menuntut agar menjadi sepertimu Sebab kehidupan itu bergerak ke depan Bukan tenggelam di masa lampau” Pak Jokowi
— Anakmu bukanlah milikmu. Mereka adalah putra putri sang Hidup. Yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau, Mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu. Berikanlah mereka kasih sayangmu. Namun jangan sodorkan pemikiranmu, Sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri. Patut kau berikan rumah bagi raganya. Namun tidak bagi jiwanya, Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam mimpimu. Engkau boleh berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu, Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur ataupun tenggelam ke masa lampau. Engkaulah busur asal anakmu. Anak panah hidup, melesat pergi. Sang Pemanah membidik sasaran keabadian, Dia merentangkanmu dengan kuasaNya, Hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat. Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah, sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat, Sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap. *
Puisi Cinta - Kahlil Gibran - Anakmu Bukan AnakmuJudul : Anakmu Bukan AnakmuPenulis : Kahlil GibranVo : Adhi FrasaBacksound : The Beauty of Love - Aakash Gan
cAc0. 5csowrlw2t.pages.dev/2865csowrlw2t.pages.dev/3605csowrlw2t.pages.dev/2435csowrlw2t.pages.dev/3245csowrlw2t.pages.dev/3275csowrlw2t.pages.dev/3685csowrlw2t.pages.dev/955csowrlw2t.pages.dev/3555csowrlw2t.pages.dev/318
kahlil gibran anakmu bukan milikmu