Alhasil muncul gangguan pada sistem kardiovaskular yang berujung pada kerusakan jantung, hati, ginjal, ataupun otak. Masih dikutip dari sumber yang sama, berikut lima jenis penyakit kardiovaskular yang sering terjadi: 1. Penyakit Jantung Koroner. Penyakit ini terjadi akibat adanya penumpukan plak pada pembuluh arteri koroner pada jantung.

Death is an important event that is deeply moving in a drama of life, so that such events never allowed to pass. In the traditiorfoiety, the death is always raising different ritual, that is, the sacred ritual. Javanese moslems have special ritual. The ritual is acculturation between Hindu, Budha and Islamic continually in the past, and now it appears a new tradition. This tradition is different from those in other countries Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 161 MAKNA RITUAL KEMATIAN DALAM TRADISI ISLAM JAWA Abdul Karim Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Telepon 081325438820 Abstract Death is an important event that is deeply moving in a drama of life, so that such events never allowed to pass. In the traditiorfoiety, the death is always raising different ritual, that is, the sacred ritual. Javanese moslems have special ritual. The ritual is acculturation between Hindu, Budha and Islamic continually in the past, and now it appears a new tradition. This tradition is different from those in other countries. Key words Ritual, acculturation, Hindu-Buddist Influence, Javanese Moslem 1. Pendahuluan Kematian di dalam kebudayaan apapun hampir pasti disertai acara ritual. Ada berbagai alasan mengapa kematian harus disikapi dengan acara ritual. Masyarakat Jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang yang mati. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan luhur. Dalam hal ini makna kematian bagi orang Jawa mengacu kepada pengertian kembali ke asal mula keberadaan sangkan paraning dumadi. Kematian dalam budaya Jawa selalu dilakukan acara ritual oleh yang ditinggal mati. Setelah orang meninggal biasanya dilakukan upacara doa, sesaji, selamatan, pembagian waris, pelunasan hutang dan sebagainya Layungkuning, 2013 98-99. Dalam sudut pandang Islam sesungguhnya Allah swt adalah dzat yang menciptakan manusia yang memberikan kehidupan dengan dilahirkannya ke dunia, kemudian menjemputnya dengan kematian untuk mengahadap kembali kepada-Nya. Itulah garis yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluk-Nya, tidak ada yang dilahirkan ke dunia ini lantas hidup untuk selamanya. Roda dunia ini terus berputar dan silih berganti kehidupan dan kematian di muka bumi ini, hukum ini berlaku bagi siapapun tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, tua atau muda, miskin atau kaya, rakyat atau pejabat. Pendeknya segala macam perbedaan kasta dan status sosial semua harus tunduk kepada hukum alam yang telah ditentukan Allah swt sunnatullah. Penulis menyatakan bahwa kematian merupakan sebuah fenomena, karena kematian terus terjadi berulang-ulang, dengan objek yang sama yaitu manusia. Semua manusia pasti akan dijemput oleh kematian. Saya dan anda tentu juga manusia yang berarti bahwa saya dan juga anda akan menjumpai kematian itu. Mungkin anda lebih dulu menjumpai kematian dari pada saya, atau sebaliknya saya lebih akhir dijemput oleh kematian dan pada anda. Yang pasti ketika kematian itu sudah datang menjemput, maka tak seorangpun dapat menghindarinya. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Jum’ah ayat 8 yang artinya “Katakanlah. Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Sadar atau tidak sesungguhnya setiap hari manusia sudah diberikan gambaran dan pelajaran oleh Allah swt tentang kelahiran dan kematian yang akan dialami oleh semua manusia. Simak saja aktifitas manusia dari mulai bangun tidur kemudian tidur kembali. Bangun dan tidur merupakan gambaran metaforis akan kelahiran manusia. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan doa kepada Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 162 manusia ketika bangun tidur dengan mengatakan “Alhamdulillahi, alladzi ahyana ba „da ma amatana wa ilaihinnusyur” Artinya “Segala puji bagimu ya Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku setelah kematianku, dan hanya kepada-Mu nantinya kami semua akan berpulang kepada-Mu”. Demikian indahnya untaian doa tersebut, dan begitu dalam makna dan pesan doa tersebut. Bahwa setiap pagi adalah hari kelahiran dan sebaliknya setiap malam adalah malam kematian Hidayat, 2005 4-6. Karena setiap malam ketika seseorang tidur sesungguhnya telah mengalami kematian sesaat sampai orang tersebut bangun kembali. Hal ini pula tersirat dalam doa menjelang tidur yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana berikut “Bismika Allahumma Ahya wa Amut”, yang artinya Ya Allah dengan Asma-Mu aku menjalani hidup dan dengan Asma-Mu pula aku menjalani kematian malam ini. Membahas tentang kematian secara psikologis menimbulkan suatu pengaruh kejiwaan antara menerima dan keterpaksaan dalam menghadapi kematian tersebut. Akan terasa sedih ketika manusia dijemput oleh kematiannya sedangkan ia dalam keadaan terlena oleh kehidupan dunia sementara kematian menjadi penghalangnya untuk mencintai dan menikmati segala fasilitas yang menggiurkan dan menyenangkan berupa harta benda, pangkat jabatan dan sebagainya. Oleh karena itu sering kali kesadaran tersebut memunculkan sebuah protes psikologis berupa penolakan terhadap kematian, bahwa masing-masing orang tidak mau mengalami kematian. Setiap orang berusaha menghindari semua jalan yang mendekatkan diri dari pintu kematian, mendambakan dan membayangkan keabadian. Pemberontakan dan penolakan terhadap kematian ini kemudian melahirkan dua madzhab psikologi kematian, yaitu Hidayat, 2005 xvi-xvii 1. Madzhab relegius, yaitu mereka yang menjadikan agama sebagai rujukan bahwa keabadian setelah mati itu ada, dan untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi seseorang yang beragama menjadikan kehidupan akhirat sebagai objek dan target yang paling utama. Kehidupan dunia layak untuk dinikmati, akan tetapi itu bukan tujuan akhir dari sebuah proses kehidupan. Sehingga apapun yang dilakukan ketika hidup di dunia adalah merupakan inventaris seseorang untuk dinikmati kelak di akhirat. 2. Madzhab sekuler, yaitu mereka yang tidak peduli dan tidak yakin akan adanya kehidupan setelah kematian. Namun secara psikologis keduanya memiliki kesamaan yaitu spirit heroisme yang mendambakan keabadian hidup agar dirinya dapat dikenang sepanjang masa. Untuk memenuhi keinginan itu seseorang ingin menyumbangkan sesuatu yang besar dalam hidupnya untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia. Maka setiap orang berusaha untuk meninggalkan warisan bagi orang lain. Ketika al-Qur’an berbicara tentang kematian, banyak perspektif yang bisa digunakan dalam memahami makna kematian itu sendiri. Kalau selama ini al-Qur’an lebih dipahami secara literal dan tekstual, maka pemahaman akan kematian hanya sekedar manusia dapatkan dari apa yang terdapat dalam bunyi teks itu sendiri. Jika manusia pahami al-Qur’an secara kontekstual maka al-Qur’an akan banyak memberi pemahaman yang beragam mengenai hakekat kematian. Mungkin manusia akan memperoleh banyak informasi tentang arti dan hidup dan mati baik yang tersirat maupun yang tersurat. Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 163 Ada korelasi antara upacara kematian dalam ajaran Islam yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dengan ritual kematian yang berlaku di dalam masyarakat Jawa. Kehadiran Islam kemudian memberikan pengaruh sinergis antara upacara kematian dalam ajaran Islam dengan tradisi yang sudah ada pada masa Hindu-Budha. Di sinilah al-Qur’an dimaksudkan bukan bagaimana individu atau kelompok orang memahami al-Qur’an penafsiran, tetapi bagaimana al-Qur’an itu disikapi dan direspon oleh masyarakat Muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial. Apa yang dilakukan adalah merupakan panggilan jiwa yang merupakan kewajiban moral untuk memberikan penghargaan, penghormatan dan cara memuliakan kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah dan al-Qur’an sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi al-Qur’an yang dinyatakan sendiri secara beragam. Oleh karena itu maksud yang dikandung bisa saja sama tetapi ekpresi dan ekspektasi masyarakat terhadap al-Qur’an antara kelompok, golongan, etnis dan antar bangsa satu dan yang lainnya bisajadi berbeda Mansyur, dkk, 2007 49-50. 2. Konsep tentang Kematian Mati dalam bahasa Jawa disebut dengan pejah. Konsepsi orang Jawa tentang kematian dapat dilihat dari konsepsi mereka tentang kehidupan. Bagaimana cara orang Jawa melihat kehidupan akan sangat terkait dengan bagaimana orang mempersepsikan tentang kematian. Orang Jawa seringkali merumuskan konsep aksiologis bahwa urip iki mung mampir ngombe hidup ini cuma sekedar mampir minum. Atau dengan konsep yang lain, urip iki mung sakdermo nglakoni hidup ini cuma sekedar menjalani atau nrima ing pandhum menerima apa yang menjadi pemberian-Nya. Menurut pemahaman orang Jawa, setiap manusia telah digariskan oleh takdir. Baik atau buruk, bahagia atau derita, kaya atau miskin adalah buah dan ketentuan takdir yang harus diterima dengan sikap legawa. Sedangkan sikap legawa adalah situasi batin yang muncul karena suatu sikap nrima ing pandhum itu sendiri, kemampuan diri untuk menerima segala bentuk kehidupan yang ada sebagaimana adanya Layungkuning, 2013 100-101. Sedangkan secara etimologi/harfiah mati itu terjemahan dan bahasa Arab mata-yamutu-mautan. Yang memiliki beberapa kemungkinan arti, di antaranya adalah berarti mati, menjadi tenang, reda, menjadi usang, dan tak berpenghuni Munawwir, 1997 1365-1366. Dalam beberapa kamus bahasa Arab, kata al-maut adalah lawan dan al-hayah, dan al-mayyit yang mati merupakan lawan kata dan al-hayy yang hidup. Asal arti kata al-maut dalam bahasa arab adalah as-sukun diam. Semua yang telah diam maka dia telah mati. Mereka orang-orang arab berkata “matat an-nar mautan” api itu benar-benar telah mati, jika abunya telah dingin dan tidak tersisa sedikitpun dan baranya. “mata al-harr wa al-bard” panas dan dingin telah mati, jika ia telah lenyap. “matat ar-rih” angin itu telah mati, jika ia berhenti dan diam. “matat al-Khamr” khamr itu telah mati, jika telah berhenti gejolaknya, dan “al-maut” segala apa saja yang tidak bernyawa Ibnu Manzhur, 774, 547, 773 dan AlAsyqar, 2005 2 1-22. Adapun dalam terminologi agama, mati adalah keluarnya ruh dan jasad atas perintah Allah swt. Tidak seorangpun memilki kewenangan tersebut kecuali Allahlah yang memiliki otoritas untuk mengambil ruh dari jasad dengan memerintahkan malaikat Izrail untuk mencabutnya Ash-Shufi, 2007 3. Kematian adalah berpisahnya ruh nyawa dengan tubuh jasad untuk sementara waktu yang telah ditentukan. Jadi mati itu adalah ketika ruh meninggalkan tubuh dan ke luar dan dalamnya yang telah dicabut oleh malaikat Izrail pencabut nyawa. Adapun terpisahnya ruh dengan tubuh itu Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 164 bukanlah untuk selama-lamanya, akan tetapi perpisahan itu hanyalah dalam waktu sementara saja. Setelah manusia mati kemudian dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan. Selanjutnya ruh yang telah berpisah dengan tubuh tersebut nanti akan kembali lagi memasuki tubuhnya. Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa setelah manusia itu mati dan dikuburkan maka ia akan dihidupkan kembali sebagaimana firman Allah swt. Surat al-!Baqarah ayat 28 dan 56, juga Qs. Al-Hajj 7 Umar, 1979 38-39. Al-Qur’an berbicara tentang kematian dalam banyak ayat, sementara para pakar memperkirakan tidak kurang dari tiga ratusan ayat yang berbicara tentang berbagai aspek kematian dan kehidupan sesudah kematian kedua Shihab, 1996 9 1-92. Berikut ini adalah di antara ayat-ayat tentang kematian dalam A1-Qur’an, Qs. al-Baqarah 19, 28, 94, 95, 132, 161, 180 dan 243. Sebagai berikut Artinya “atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dan langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena mendengar suara petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.” Qs. Al-Baqarah 19 Artinya “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” Qs. Al-Ba qarah 28 Artinya Katakanlah “Jika kamu menganggap bahwa kampung akhirat surga itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, ma/ca inginilah kematian mu, jika kamu memang benar.” Qs. Al-Baqarah 94 Artinya. “Dan sekali-kali mere/ca tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.” Qs. Al-Baqarah 94. 3. Hakekat Kematian Dalam perspektif Jawa kematian hakekatnya adalah mulih pulang ke asal mulanya. Orang Jawa memahami kehidupan dan kematian dalam filosofi sangkan paraning dumadi untuk mengetahui kemana tujuan manudia setelah hidup berada di akhir hayat. Hal ini tersirat maknanya dalam kalimat tembang Dhandanggula warisan para leluhur Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 165 “kawruhana sejatining urip ana jeruning alam donya/bebasane mampir ngombe/umpama manuk mabur/lunga saka kurungan niki/pundi pencokan benjang/awja kongsi kaleru/njan sinanjan ora wurung ba/cal mulih/umpama lunga sesanja/ mulih mula mulanira.” ketahuilah sejatinya hidup, hidup di alam dunia, ibarat perumpamaan mampir minum, ibarat burung terbang, pergi dan kurungannya, di mana hinggapnya besok, jangan sampai keliru, umpama orang pergi bertandang, saling bertandang, yang pasti bakal pulang, pulang ke asal mulanya Layungkuning, 2013 109-110. Berbicara tentang hakikat kematian adalah merupakan persoalan yang sangat rumit. Karena persoalan hakekat itu adalah ranah ontologis dalam dimensi filsafat. Namun untuk masuk pada tahap awal mengetahui hakikat kematian itu sendiri, maka penulis berpendapat bahwa kematian adalah merupakan fase dan sebuah perjalanan mahluk hidup itu sendiri yang menjadi awal dan terlepasnya belunggu kehidupan di dunia. Rasulullah sendiri pernah mengatakan bahwa sesungguhnya dunia itu merupakan belenggu penjara bagi orang yang beriman. Kalau analoginya dunia adalah bermakna kehidupan jasad seseorang dan keimanan adalah ruh yang besemayam di dalamnya, maka Artinya bahwa terlepasnya kehidupan di dunia ini merupakan kata kunci untuk menyibak hakikat dan kematian itu sendiri. Jika demikian maka sesungguhnya kehidupan adalah hakikat dan kematian itu sendiri. Karena kematian itu sesungguhnya adalah proses untuk menuju suatu kehidupan yang lebih hakiki. Yaitu kehidupan akhirat yang kekal abadi. Persoalan kematian sebenarnya adalah persoalan materi dan bukan pada persoalan nih. Karena ruh itu yang membuat suatu materi itu menjadi hidup. Tanpa nih segala hal yang berupa materi adalah mati. Dalam pemikiran Syekh Siti Jenar menyatakan bahwa “dunia ini adalah alam kematian”. Dunia adalah alam kubur dan raga adalah sebuah terali besi yang menahan jiwa berada di dunia dan merasakan kesusahan hidup di dunia, seperti rasa haus, lapar, dan sedih. Hidup sesungguhnya hanyalah sebuah persiapan untuk memasuki kehidupan yang sebenamya. dan jika tidak siap, maka jiwa akan terperangkap ke dalam alam kematian kembali yang bersifat mayit atau bangkai. Hidup yang sebenarnya adalah hidup tanpa raga, karena raga telah banyak menimbulkan kesesatan. Raga adalah kerangkeng bagi diri atau jiwa yang menyebabkan manusia hidup dalam banyak penderitaan Chodjim, 2002 22-24. Sesungguhnya hakikat hidup adalah kekal selamanya dan tak tertimpa kematian. Perputaran bumi pada porosnya, atau terjadinya siang dan malam adalah merupakan analogi yang menggambarkan tentang hal hidup dan mati. Ketika manusia lahir, dia sebenarnya “born to die” lahir untuk menuju kematiannya. Dunia bukan jalan hidup tetapi jalan menuju kematian. Hidup yang sebenarnya adalah tanpa raga, telanjang dalam wujud frekuensi murni. Kebutuhan manusia di dunia akan makanan dan minuman atau sandang, pangan, papan pakaian, makanan dan tempat tinggal selama di dunia hanyalah sarana untuk menunda kematian, sedangkan kelahiran manusia tak lain adalah proses kematian itu sendiri, karena kematian itu tidak bisa dihentikan Chodjim, 2002 27. 3. Asal Usul Ritual Kematian dalam Islam Jawa Asal usul ritual kematian dalam masyarakat Islam Jawa itu sudah ada sejak dulu sebelum Hindu dan Budha. Kemudian masuknya agama Hindu dan Budha memberikan pengaruh dan terbentuknya budaya baru yang merupakan ajaran Hindu dan Budha. Ada beberapa tradisi yang berasal dari agama Hindu dan Budha, di antaranya adalah sebagai berikut Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 166 Pertama, tentang doa selamatan kematian 7, 40, 100 dan 1000 hari. Manusia mengenal sebuah ritual keagamaan di dalam masyarakat muslim ketika terjadi kematian adalah menyelenggarakan selamatan/kenduri kematian berupa doa-doa, tahlilan, yasinan di hari ke 7, 40, 100, dan 1000 harinya. Dalam keyakinan Hindu ruh leluhur orang mati harus dihormati karena bisa menjadi dewa terdekat dan manusia. Selain itu dikenal juga dalam Hindu adanya samsara menitis/reinkarnasi. Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193 dalam disebutkan “Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu “. Dalam buku media Hindu yang benjudul “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa, serpihan yang tertinggal” dalam karya Ida Bedande Adi Suripto. Ia mengatakan “Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa han ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hani adalah tradisi dari ajaran Hindu”. Sedangkan penyembelihan kurban untuk orang mati pada hari hari 1, 7, 4, dan 1000 terdapat pada kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi “Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.” Kedua, tentang selamatan yang biasa disebut Genduri Kenduri atau Kenduren. Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. Masalah ini terdapat pada kitab sama weda hal. 373 no. 10 dalam dalam yang berbunyi “Sloka prastias mai plpisa tewikwani widuse bahra aranggayimaya jekmayipatsiyada duweni narah “. Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui. Namun demikian tidak berarti bahwa ritual kematian yang berlaku di masyarakat Islam Jawa sebagai prilaku sesat. Karena adat atau tradisi sejauh tidak bertentangan dengan nilai dan ajaran agama Islam maka itu tidak ada larangan. Budaya merupakan fitrah yang diberikan oleh Tuhan kepada seluruh manusia yang hidup di muka bumi ini, dan Allah menciptakan manusia memang dalam bentuk keragaman suku dan bangsa yang memiliki keragaman budaya. Sehingga tidak ada alasan sebuah budaya dijustifikasi sebagai sesuatu yang sesat. Budaya merupakan khazanah dan aset bangsa, harus dilestarikan dan dikembangkan bukan untuk digusur dan dimatikan. 5. Makna yang Terkandung dalam Ritual Kematian Masyarakat Islam Jawa Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di desa penulis desa Bakalan Kalinyamatan Jepara dan juga di masyarakat Jawa pada umumnya dalam menghadapi peristiwa kematian, hampir sama persis dengan apa yang disampaikan oleh Geertz dalam buku The Religion of Java. Ia menjelaskan bahwa ketika terjadi kematian di suatu keluarga, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memanggil modin, selanjutnya menyampaikan berita kematian tersebut di daerah sekitar bahwa suatu kematian telah terjadi. Kalau kematian itu terjadi sore atau malam hari, mereka menunggu sampai pagi berikutnya untuk memeulai proses pemakaman. Pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin sesudah kematian. Segera setelah mendengar berita kematian, para tetangga meninggalkan semua pekerjaan yang sedang dilakukannnya untuk pergi ke rumah keluarga yang tertimpa kematian tersebut. Setiap perempuan membawa sebaki beras, yang setelah diambil sejumput oleh orang yang sedang berduka cita untuk disebarkan ke luar pintu, kemudian segera ditanak untuk slametan. Orang laki-laki membawa alat-alat pembuat nisan usungan untuk membawa mayat ke makam, dan lembaran Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 167 papan untuk diletakkan di liang lahad. Dalam kenyataannya hanya sekitar setengah lusin orang yang perlu membawa alat-alat itu; sebaliknya hanya sekedar datang dan berdiri sambil ngobrol di sekitar halaman Geertz, 1983 91-92. Dalam tradisi masyarakat Islam Jawa kematian seseorang dalam ritual pemakamannya pertama terdapat ritual semacam “pembekalan” bagi ruh dalam fase kehidupannya di alam yang baru. Karena ruh itu tidak pernah mati, oleh karena itu pembekalan terhadap nih orang yang meninggal diyakini dapat ditangkap dan dirasakan oleh ruh orang yang telah meninggal tersebut. Di antarnya adalah dikumandangkannya adzan dan iqamah setelah mayat diletakkan di liang lahat dan sebelum ditimbun dengan tanah, setelah itu dibacakan telkin taiqin. Modin membacakan telkin yang merupakan rangkaian pidato pemakaman yang ditujukan kepada almarhum, pertama-tama dalam bahasa Arab dan kemudian dalam bahasa Jawa Geertz, 1983 95. Taiqin dalam bahasa Arab maknanya adalah mendikte. Jadi taiqin adalah mendiktekan kata-kata atau kalimat tertentu agar ditirukan oleh orang yang barn meninggal tersebut. Yang dimaksudkan di sini adalah mengajarkan kepada ruh agar dapat mengingat dan menjawab pertanyaan di alam kubur. Tradisi ini di sandarkan pada kenyataan teologis bahwa ketika seseorang telah dikuburkan maka Allah akan mendatangkan dua malaikat penanya si mayat di dalam kubur. Sehingga subtansi taiqin itu sesungguhnya mengingatkan pada ruh jenazah tentang pertanyaan-pertanyaan di dalam kubur. Masyarakat umumnya meyakini bahwa ruh orang yang di kubur dapat mendengar dan merasakan kehadiran orang yang masih hidup, bahkan menjawab salam orang yang mengunjunginya. Dengan demikian ketika dibacakan taiqin terhadapnya setelah dikuburkan maka ia dapat mendengar nasihat dan memperoleh manfaat darinya Sholikhin, 2010 20-25. Situasi sosial budaya masyarakat Islam Jawa dapat dilihat dan kebiasaan adat, baik yang berkaitan dengan ritual keagamaan maupun tradisi lokal masyarakat tersebut, di antaranya Selamatan orang yang telah meninggal. Tradisi ini dilakukan setiap ada orang yang meninggal dunia dan dilaksanakan oleh keluarga yang ditinggalkan. Adapun waktu pelaksanaannya yaitu sebagai berikut Layungkuning, 2013 117-118 1. Bertepatan dengan kematian ngesur tanah dengan rumusan jisarji, maksudnya hari kesatu dan pasaran juga kesatu; 2. Nelung dina dengan rumus lusaru, yaitu hari ketiga dan pasaran ketiga 3. Tujuh hari setelah kematian mitung dina dengan rumusan tusaro, yaitu hari ketujuh dan pasaran kedua; 4. Empat puluh han metangpuluh dina dengan rumus masarama, yaitu hari ke lima dan pasaran ke lima; 5. Seratus hari nyatus dina dengan rumus rosarama yaitu hari ke dua pasaran ke lima; 6. Satu tahun setelah kematian mendak pisan dengan rumus patsarpat, yaitu hari ke empat dan pasaran ke empat; 7. Tahun ke dua mendhak pindho, dengan rumus jisarly, yaitu hari satu dan pasaran ketiga; 8. Seribu hari setelah kematian nyewu, dengan rumus nemasarma, yaitu hari ke enam dan pasaran ke lima; 9. Haul khol, peringatan kematian pada setiap tahun dan meninggalnya seseorang. Ngesur tanah memiliki makna bahwa jenazah yang dikebumikan berarti perpindahan dari alam fana ke alam baka, asal manusia dari tanah selanjutnya Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 168 kembali ke tanah. Selamatan ke tiga hari berfungsi untuk menyempurnakan empat perkara yang disebut anasir hidup manusia, yaitu bumi, api, angin dan air. Selamatan ke tujuh hari berfungsi untuk menyempurnakan kulit dan kuku. Selamatan empat puluh hari berfungsi untuk menyempurnakan pembawaan dan ayah dan ibu berupa darah, daging, sum-sum, jeroan isi perut, kuku, rambut, tulang dan otot. Selamatan seratus hari berfungsi untuk menyempurnakan semua hal yang bersifat badan wadag. Selamatan mendhak pisan untuk menyempurnakan kulit, daging, dan jeroan. Selametan mendhak pindho berfungsi untuk menyempurnakan semua kulit, darah dan semacamnya yang tinggal hanyalah tulangnya saja. Upacara selamatan tiga han memiliki arti memberi penghormatan pada nih yang meninggal. Orang Jawa berkeyakinan bahwa orang yang meninggal itu masih berada di dalam rumah. Ia sudah mulai berkeliaran mencari jalan untuk meninggalkan rumah. Upacara selamatan hari ketujuh berarti melakukan penghormatan terhadap nih yang mulai akan ke luar rumah. Dalam selamatan selama tujuh hari dibacakan tahlil, yang berarti membaca kalimah la ilaha illa Allah, agar dosa-dosa orang yang telah meninggal diampuni oleh-Nya. Upacara selamatan empat puluh hari matangpuluh dina, dimaksudkan untuk memberi penghormatan nih yang sudah mulai ke luar dan pekarangan. Ruh sudah mulai bergerak menuju ke alam kubur. Upacara seratus hari nyatus dina, untuk memberikan penghormatan terhadap ruh yang sudah berada di alam kubur. Di alam kubur ini ruh masih sering pulang ke rumah keluarganya sampai upacara selamatan tahun pertama dan peringatan tahun ke dua. Ruh baru tidak akan kembali ke rumah dan benar-benar meninggalkan keluarga setelah peringatan seribu hari Layungkuning, 2013 118-119. Salah satu ritual kematian masyarakat Jawa adalah ritual geblagan. Geblag adalah salah satu ritual yang ada dalam tradisi masyarakat Jawa sebagai sebuah ritual kecil yang dilakukan pada hari peringatan kematian seseorang. Dalam ritual tersebut ada simbolisme yang sebenarnya mengandung banyak makna. Misalnya, seseorang meninggal dunia pada hari Rabu Pon jam maka setiap Rabu Pon jam keluarga yang ditinggalkan melaksanakan ritual kecil yang disebut geblagan, sebagai bentuk peringatan dan penghormatan terhadap anggota keluarga yang telah meninggal. Ritual tersebut sangat sederhana, dalam pelaksanaannya dilengkapi dengan sesajen sesaji dan disertai dengan pembakaran kemenyan atau dupa. Sesaji yang dipersembahkan juga sangat sederhana, berupa apem, kolak, ketan, gula kelapa, teh pahit atau kopi, sigaret, kembang telon, dan tidak lupa uang sebagai wajib. Setelah semua uba rampe yang diperlukan sudah siap, sesaji tersebut ditata di sebuah meja dilengkapi dengan penerang, teplok atau senthir. Setelah segala sesuatunya sudah siap, sesaji itu dipasrahke dipersembahkan, dengan doa dan diakhiri dengan pembakaran kemenyan atau dupa. Ritual ini selain dimaksudkan sebagai peringatan hari kematian, penghormatan, dan ritual pengiriman doa, dalam ritual gablagan juga terdapat beberapa pemikiran dan pandangan masyarakat Jawa, antara lain mengenai metafisika, khususnya antropologi metafisik dan kosmologi Layungkuning, 2013 120-121. Selanjutnya peringatan tahunan dan kematian seseorang atau yang disebut dengan haul khol memiliki arti untuk mengenang kembali memori perjalanan seseorang yang telah meninggal untuk dijadikan suri tauladan dan aspek kebaikan perilakunya, memberikan penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasanya terhadap keluarga, masyarakat dan agamanya. Hal ini tentunya akan Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 169 memberikan spirit dan motivasi tersendiri bagi keluarga yang ditinggalkannya. Ritual acara khol ini biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang dan status sosial tertentu. Seperti tokoh masyarakat, para kyai kharismatik dan orang-orang yang dianggap keluarganya sebagai seseorang yang memberikan peran yang sangat berarti bagi keluarga. Di samping tradisi tersebut di atas terdapat juga tradisi membaca surat Yasin setiap malam Jum’at yang dikhususkan untuk ahli kubur/orang-orang yang telah meninggal, dengan tujuan berdoa untuk memohonkan ampunan bagi arwah ahli kubur agar mendapatkan tempat yang baik di sisi-Nya, yaitu masuk ke dalam surga-Nya. Kemudian ada juga tradisi menyelenggarakan acara arwahan pada bulan Sya’ban yaitu keluarga mengundang masyarakat sekitar untuk datang ke rumah setelah shalat magrib atau setelah shalat Isya’ dengan mengadakan acara membaca surah Yasin dan Tahlil yang pahalanya dikhususkan bagi arwah ahli kubur dan keluarganya. Perlengkapan lain yang ada dalam upacara pemakaman jenasah, secara keseluruhan ada bermacam-macam 1. Sawur Sawur terdiri dari sejumlah uang logam, beras kuning beras yang dicampur dengan kunyit yang diparut ditambah kembang telon mawar, melati dan kenanga serta sirih kinang dan beberapa gelintir rokok linting. Semuanya itu ditempatkan dalam bokor atau takir wadah yang terbuat dan daun pisang. Seperti disebutkan di atas, hal ini dimaksudkan sebagai bekal si mati agar selalu mendapatkan kemurahan dari Tuhan, di samping juga ditujukan terhadap keluarga yang ditinggalkan. 2. Payung Payung yang digunakan dalam upacara kematian sering disebut payung jenasah. Payung itu mempunyai tangkai yang panjang. Payung itu digunakan untuk memayungi jenasah sejak keluar dan rumah hingga sampai di kuburan. Payung tersebut melambangkan perlindungan. Dalam upacara kematian, penggunaan payung melambangkan suatu maksud agar arwah Si mati selalu mendapatkan perlindungan dan Tuhan atau sering disebut “diayomayomi”. Sebagai bekal dalam perjalanan jauh, payung itu juga dimaksudkan untuk mendapat perlindungan dari panas dan hujan. 3. Sepasang maejan Biasa terbuat dan jenis kayu yang kuat dan tahan air serta awet. Dibuat dengan ukuran panjang sekitar 60 cm, lebar 15 cm, tebal sekitar 5 cm. Pada bagian atas berbentuk runcing agak menumpul dengan ukiran bunga melati. Sepasang maejan yang terdiri 2 buah itu ditanam di atas kuburan, satu di bagian arah kepala dan satunya lagi di bagian arah kaki. Maejan tersebut sebagai tanda bahwa pada tempat tersebut telah dikuburkan Seseorang. Maejan yang yang berada pada bagian arah kaki jenasah yang dikuburkan biasanya dituliskan nama orang yang dikuburkan di Situ beserta han, tanggal, bulan dan tahun kematiannya, dengan dasar tahun Jawa. Bentuknya yang runcing dan maejan tersebut sebagai lambang tombak raksasa. Sedangkan ukiran berbentuk/motif bunga melati sebagai lambang keharuman. 4. Sebuah tempayan kecil klenting atau kendi Kendi atau klenting digunakan untuk wadah air tawar yang dicampuri dengan serbuk atau minyak cendana dan kembang telon, yang nantinya akan disiramkan di atas kuburan dan maejan. Semua itu melambangkan kesucian, kesegaran dan keharuman nama si mati. 5. Degan krambil ijo kelapa hijau yang masih muda. Kelapa hijau yang masih muda itu nantinya, setelah jenasah dikuburkan, dibelah dan ainnya disiramkan di atas Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 170 kuburan. Sedangkan belahannya juga ditelungkupkan di atas kuburan itu pula. Maksudnya adalah sebagai air suci, juga air segar pelepas dahaga. Maksud yang lain ialah sebagai penolak bala dan keteguhan hati si mati. Dalam hal ini dikiaskan pohon kelapa sebagai pohon yang teguh dan tidak mudah terombang-ambing angin atau lainnya. 6. Gegar mayang Gegar mayang adalah semacam boket atau rangkaian bunga, yang terbuat dan janur daun kelapa muda dan bunga, yang biasanya ditancapkan pada sepotong batang pohon pisang, sepanjang kurang lebih 15 cm. Gagar mayang itu digunakan bila orang yang mati adalah orang remaja atau dewasa tetapi belum kawin. Hal itu dimaksudkan agar arwah si mati tidak mengganggu para pemuda atau pemudi dari keluarga sendiri maupun dari lingkungan desanya. 6. Simpulan Ritual kematian yang dilakukan oleh masyarakat Islam Jawa sesungguhnya merupakan adat masyarakat Jawa sebelum masuknya agama Islam. Tradisi ini kemudian mengalami proses akulturasi budaya antara Islam dan Jawa, sehingga nampak tradisi tersebut adalah tradisi yang khas Islam Jawa yang ada di Indonesia dan tidak dimiliki oleh masyarakat yang ada di negara lainnya. Sinergi budaya Islam dan Jawa ternyata membentuk sebuah kebudayaan baru yang memiliki makna dan tujuan-tujuan tertentu sebagaimana penulis telah uraikan. Daftar Pustaka Al-Asyqar, Umar Sulaiman. 2005. al-Yaum al-Akhir, al-Qiyamah Ash-Shuhra wa „Alamat al-Qiyamah al-Kubra, Kiamat Sughra Misteri dibalik Kematian, terj. Abdul Majid Alimin. Solo Era Intermedia. Ash-Shufi, Mahir Ahmad. 2007. Misteri Kematian dan Alam Barzakh. terj.. Solo Serangkai. Baqy, Muhammad Fuad. 1981. Abdul. Al-Mu jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur‟an al-Karim. Cet. 2, Dar al-Fikr. Lebanon. Chodjim, Achmad. 2002. Syekh Siti Jenar Makna Kematian. Jakarta Serambi Ilmu Semesta . Geertz, Cli d. 983. The Religion of Java. Terj. JakartaAswab Mahasin Pustaka Jaya. Hidayat, Komarud 2005. Psikologi Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme, Jakarta PT Mizan Publika. diakses tanggal 7-8-2015. diakses tanggal 7-8-2015. Manzhur, Muhammad bin Makram Ibnu. Lisan al- „Arab, Beirut Dar Shadir, cet. I, vol. 1, dan vol. 3, Layungkuning, Bendung. 2013. Sangkan Paraning Dumadi Orang Jawa dan Rahasia Kematian. Yogyakarta Penerbit Narasi Mansyur, M. dkk. 2007. Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. 2007. TH-Press. 2007. Muawwir, Abmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta Unit Pengadaan Buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Meraih Kebahagiaan. Bandung Simbiosa Rekatama Media. Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta Mizan Pustaka. Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 171 Sholikhin, Muhammad. 2010. Ritual Kematian Islam Jawa. Pengaruh Tradisi Lokal Indonesia dalam Ritual Kematian Islam. Yogyakarta Penerbit Narasi. Umar, M. Ali Hasan. 1979. Alam Kubur Barzakh Digali dan Al-Qur „an dan Hadis. Semarang Toha Putra. ... Deaths and burials are often seen as big celebration, as seen in Toraja funerals Ismail, 2019aIsmail, , 2019b. Likewise, the culture of the Javanese Karim, 2017;Kurnianto, 2020;Satimin et al., 2021 and Sundanese Isnendes, 2019;Sunda, 1976, contributes to the meaning of funerals that has become a legacy which is still passed down from generation to generation. Local wisdom with traditions that are passed on from generation to generation has revealed how the funeral event became a ceremony that contained transcendent values. ...... In the Javanese tradition, there are three forms of death; disgraceful, intermediate, and primary Karim, 2015Karim, , 2017Suwito et al., 1970. First, disgraceful death is described when a person ends his life by committing suicide. ...... According to Karim 2017 and Suwito et al. 2015, SAWUR or SAWER culture is offered in Javanese and Sundanese culture. Sawur or sawer is a ceremony of respect for the dead, especially when the corpse will be buried. ...Nikasius JatmikoDeath is a certainty that humans cannot avoid. Everyone will face this event without exception. The difference lies in respecting the corpse before it is buried or cremated. Each region has its peculiarities in building a death ceremony. Culture plays a significant role in shaping the death ceremony based on local wisdom. These rites lead to the same goal placing death as a noble act. This study aims to preserve and explore cultural wealth that is becoming extinct according to the times. These methods show that humans have a high value and dignity compared to other creations, even though they have died. This value is maintained through various very noble awards. Javanese and Sundanese have similarities in respecting the bodies to be buried. The ritual of sawer or sawur is a value that distinguishes it from other cultures. Local wisdom is still maintained, even though modernity has begun to erode it.... Setiap peserta pelatihan diberikan modul pelatihan yang berisikan tentang hak dan kewajiban antara sesama Muslim, hukum dan kedudukan tajhiz mayit, serta tata cara penyelenggaraan perawatan jenazah berdasarkan sunnah Nabi Karim;2017 ...... Setiap peserta pelatihan diberikan modul pelatihan yang berisikan tentang hak dan kewajiban antara sesama Muslim, hukum dan kedudukan tajhiz mayit, serta tata cara penyelenggaraan perawatan jenazah berdasarkan sunnah Nabi Karim;2017 ...M MahbubiMuhammad Fadil MultazamAsh-Shiddiqi RamadhoniKondisi kesedihan keluarga di daerah yaitu sering mengalami ketidakmampuan dalam pengurusan jenazah. merawat jenazah menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam dalam menyelenggarakan pengurusan jenazah dengan kewajiban untuk memandikan, mengkafani, menshalatkan serta menguburkan, karena rangkain prosesi pengurusan jenazah bermakna dalam nilai nilai kehidupan masyarakat. Permasalahan di atas menjadi alasan bagi kami, Tim KKN OBE 2022 UNUJA Prbolinggo untuk membentuk Tim pengabdian kepada masyarakat PKM dan mengadakan pelatihan perawatan jenazah sebagai usaha untuk membantu pengetahuan dalam pengurusan penyelenggaraan jenazah.... Belum ada kejelasanmengenaiproblem yang signifikan berkaitan dengan asal-muasal penyebaran Islam di Indonesia yang mungkin tidak akan di selesaikan karena kurangnya sumber-sumber yang bisa di percaya, sehingga banyak berbagai versi yang menyebutkan tentang penyebaran Islam di Indonesia. Sejarah Islam Jawa tidak sekedar soal kontroversi saja, tapi juga soal penegaan Islam sebagai agama kerajaan, suatu proses yang mengakibatkan banyak penghancuran kebudayaan Hindu-Budha yang ada atas kekuasaan keraton Karim, 2017. ...Bambang YuniartoArib MubarokAli RidhoNida NadiaLatar Belakang . Ritual sedekah laut adalah salah satu ritual yang dilakukan satu kali dalam setahun oleh masyarakat nelayan di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes yang merupakan bentuk budaya yang memberikan sedekah ke laut yang dilakukan masyarakat untuk menjaga kesimbangan lingkungan pesisir pantai serta melestarikan warisan nenek moyang. Tradisi ritual sedekah laut di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes merupakan bagian dari tradisi yang juga dilakukan oleh masyarakat nelayan di sepanjang pesisir utara laut jawa. Tujuan Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya perubahan tradisi upacara sedekah laut masyarakat desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes. Metode adapun metode yang akan digunakan adalah metode penelitian sejarah, karena penelitiannya berhubungan dengan kenyataan yang terjadi pada masa lampau. Hasil Dalam konteks culture of histories, prilaku manusia yang membentuk budaya sudah ada sejak manusia itu berada dalam kandungan, dimana anak mencatat dari segala aktifitas yang dilakukan oleh orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai atau ajaran-ajaran Islam mulai dimasukkan dalam kegiatan upacara sedekah laut, sehingga nampak akulturasi yang kuat antara budaya asal, larung sajen Jawa, dengan budaya baru, Islam. Kesimpulan Peranan Tradisi Sedekah Laut di bidang sosial budaya sangat penting yaitu untuk memelihara budaya masyarakat sekitarnya, dengan terpeliharanya budaya masyarakat, maka dalam kehidupan sehari-hari masyarakat telah mematuhi norma-norma sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut. Kaitannya dengan persfektif agama terdapat beberapa hukum ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak membolehkan yang mana semua itu memiliki alas an masing-masing. Terlepas dari itu banyak dari kalangan masyarakat menilai bahwa tradisi sedekah laut boleh karena terdapat nilai-nilai positif yaitu berupa rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan lewat jalur laut.... Awal mula adanya tradisi selametan di Jawa sudah ada sebelum agama Hindu dan Budha menyebar. Kemudian masuknya agama Hindu Budha di Jawa mempengaruhi kepercayaan dan membentuk budaya baru yaitu ajaran Hindu Budha Karim, 2017. Salah satu budaya Hindu-Budha dikenal dengan berbagai ritualnya yang berupa upacara kehormatan. ...Anistya Ayu EnggarsariYohan SusiloTradisi Kuningan Tiron-Tiron Sapi TKTTS merupakan salah satu tradisi yang masih berlangsung di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Tradisi kuningan merupakan upacara adat selametan sapi yang bertepatan pada wetonan yang dilaksanakan pada hari Jum’at Wage, wuku kuningan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui 1 Bagaimana awal mula TKTTS, 2 Bagaimana prosesi TKTTS, 3 Bagaimana perpektif masyarakat terhadap TKTTS. Penelitian menggunakan teori folklor menurut Danandjaja. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Instrumen penelitian adalah peneliti, lembar observasi, daftar pertanyaan wawancara, dan alat bantu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk menganalisis data menggunakan open coding, axial coding, dan selective coding. Hasil penelitian pada prosesi tradisi kuningan yaitu pembentukan panitia, penetapan waktu dan tempat, menyiapkan perlengkapan, mengundang warga, memandikan sapi, seni pertunjukan, sambutan, arak-arakan sapi, ngalungi sapi, selametan, ritual menurunkan dhadhung awuk, dan berkatan. Dalam pelaksanaan tradisi kuningan tiron-tiron sapi tentunya memiliki kekuatan pengaruh sehingga dapat menciptakan perspektif bagi masyarakat Desa Ngetos. Perspektif masyarakat dalam tradisi ini meliputi masyarakat pemilik sapi, masyarakat yang tidak memiliki sapi, Dinas Pariwisata, ketua panitia, dan pemangku adat.; Kata Kunci Tradisi, Kuningan, Folklor... This circle is the culmination of the Javanese philosophical thought about the power of Numinus which pervades the universe, which determines safety, even everything in human life. The Javanese believe that everything is determined by the divine, even down to the smallest elements Karim, 2017. Many things are predestined, and therefore cannot be changed. ...Liber Siagian Yakobus NdonaThis article described about the Javanese and Batak Rajawi man. This article intends to compare the mindset of people from both tribes, backgrounds, and the impact on life. Data was collected through observation, interviews and document collection. The collected data were analyzed using Paul Recouer's hermeneutic circle. The results of the analysis show that the Java man is a spiritual man by relying on the "higher nature" as a protector, while Batak man shows more of a Rajawi man by emphasizing prosperity. The comparison shows that the two human patterns require synergy to build a good Indonesia.... Arifin & Khambali, 2016;Ramly et al., 2020. In some societies, rituals manifest themselves in almost every stage of a person's life, beginning with the period of conception in the womb, birth, until death; even after human death, people still carry out rituals Busro & Qodim, 2018;Karim, 2017. ...Amirotun SolikhahDedy Riyadin SaputroUsing a phenomenological approach, this study aims to reveal the psychological and social impact on three Ngebleng fasting performers in Kutasari village, Cipari district, and Cilacap district. Documentation and in-depth interviews are the main instruments for extracting as much information as possible and then interpreting it based on the phenomena obtained. The results showed that the psychological impact felt by fasting performers included inner peace, less emotional stress, and healthier physical conditions. Meanwhile, the social effects felt by the ritual actors varied. One perpetrator admitted that after undergoing Ngebleng fasting, he felt the smoothness of rizki and the establishment of good social relations; his fortune was smoother and social relations were not disturbed. Still, two people admitted that when fasting, they became less enthusiastic about interacting with the surrounding community because, apart from feeling weak physically, there were also considerations of maintaining so that the fast does not fail.... Belum ada kejelasanmengenaiproblem yang signifikan berkaitan dengan asal-muasal penyebaran Islam di Indonesia yang mungkin tidak akan di selesaikan karena kurangnya sumber-sumber yang bisa di percaya, sehingga banyak berbagai versi yang menyebutkan tentang penyebaran Islam di Indonesia. Sejarah Islam Jawa tidak sekedar soal kontroversi saja, tapi juga soal penegaan Islam sebagai agama kerajaan, suatu proses yang mengakibatkan banyak penghancuran kebudayaan Hindu-Budha yang ada atas kekuasaan keraton Karim, 2017. ...Bambang YuniartoArib MubarokAli RidhoNida NadiaLatar Belakang . Ritual sedekah laut adalah salah satu ritual yang dilakukan satu kali dalam setahun oleh masyarakat nelayan di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes yang merupakan bentuk budaya yang memberikan sedekah ke laut yang dilakukan masyarakat untuk menjaga kesimbangan lingkungan pesisir pantai serta melestarikan warisan nenek moyang. Tradisi ritual sedekah laut di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes merupakan bagian dari tradisi yang juga dilakukan oleh masyarakat nelayan di sepanjang pesisir utara laut jawa. Tujuan Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya perubahan tradisi upacara sedekah laut masyarakat desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes. Metode adapun metode yang akan digunakan adalah metode penelitian sejarah, karena penelitiannya berhubungan dengan kenyataan yang terjadi pada masa lampau. Hasil Dalam konteks culture of histories, prilaku manusia yang membentuk budaya sudah ada sejak manusia itu berada dalam kandungan, dimana anak mencatat dari segala aktifitas yang dilakukan oleh orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai atau ajaran-ajaran Islam mulai dimasukkan dalam kegiatan upacara sedekah laut, sehingga nampak akulturasi yang kuat antara budaya asal, larung sajen Jawa, dengan budaya baru, Islam. Kesimpulan Peranan Tradisi Sedekah Laut di bidang sosial budaya sangat penting yaitu untuk memelihara budaya masyarakat sekitarnya, dengan terpeliharanya budaya masyarakat, maka dalam kehidupan sehari-hari masyarakat telah mematuhi norma-norma sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut. Kaitannya dengan persfektif agama terdapat beberapa hukum ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak membolehkan yang mana semua itu memiliki alas an masing-masing. Terlepas dari itu banyak dari kalangan masyarakat menilai bahwa tradisi sedekah laut boleh karena terdapat nilai-nilai positif yaitu berupa rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan lewat jalur Faricha NursyifaYohan SusiloSalah satu tradisi Jawa yang masih dilaksanakan di Desa Sambigede, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang adalah Tingkeban. Tingkeban di Desa Sambigede memiliki ciri khas pada bagian prosesi pelaksanaan dan ubarampe yang digunakan. Tingkeban dilakukan sebagai wujud rasa syukur atas kehamilan ibu yang menginjak usia tujuh bulan serta doa yang dipanjatkan supaya bayi selalu diberi keselamatan hingga waktu kelahiran tiba. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1 Prosesi pelaksanaan tingkeban 2 Makna ubarampe dalam tingkeban 3 Wujud perubahan dalam tingkeban. Penelitian ini dianalisis dengan teori folklor setengah lisan oleh Danandjaja. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Instrumen penelitian ini adalah peneliti, daftar pertanyaan, serta beberapa alat bantu seperti gawai, kertas, dan bolpoin. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk menganalisis data digunakan open coding, axial coding, lan selective coding. Hasil penelitian ini yakni pada prosesi pelaksanaan tingkeban secara lengkap yakni menentukan hari, menyiapkan ubarampe, mengundang tetangga, macapatan, arak arakan, siraman, dan genduren. Terdapat makna pada prosesi dan pada ubarampe yang mencerminkan harapan warga. Dan wujud perubahan tingkeban dapat diamati secara internal maupun eksternal. Kata Kunci Tradisi, Tingkeban, FolklorArbanur RasyidRayendriani Fahmei Lubis Maulana Arafat LubisNashran AzizanThis research examines the local wisdom built by the Muslim community of Angkola around the ritual of slaughtering buffalo in the event of death ceremony. This study is a field research combining observation, interviews, and document analysis with a sociological analytical technique to evaluate the tradition beginning with the reasons for its adoption, the process, and the desired outcomes. The study’s findings indicate that the Angkola people’s practice of slaughtering buffalo in burial ceremonies is motivated by a desire to preserve traditional culture as well as a means of protecting the social strata of traditional elders. Furthermore, this ritual appears to be a technique of sustaining societal social cohesiveness. The buffalo slaughter served as the foundation for implementing Islamic ideals in an atmosphere of brotherhood and generosity, with Mora Khanggi and Anak Boru serving as the primary funders. The outcomes of the study demonstrate that the practice of local communities as part of life knowledge can be sociologically connected with Islamic theological teachings. Acculturation of culture with religious teachings can genuinely present various choices for propagating religion while also exhibiting theological flexibility in order to make it more welcoming to its devotees. Situ AsihIda Bagus Gde Yudha TrigunaAs a diverse country, Indonesia has various cultures that are believed and carried out for generations. One of the traditions carried out by the Buddhist community in Wonogiri is the tradition of sending prayers to deceased ancestors in the form of Syoko. The Buddhist community believes that the death of a person is not the end of life, so the bereaved family will perform various rituals to pray for the deceased family member. This study aims to describe how the Syoko tradition is carried out and what it means for people who carry out the Syoko tradition. By using a qualitative descriptive method, which was obtained through interviews and direct observation. From the results of the study, it can be explained that the Syoko Tradition carried out by the Buddhist community in Wonogiri has an important meaning. That is sending prayers to ancestors who have died, by sending prayers it is hoped that the living people can help ancestors who have died to go to a happy world of life. The arrangement of the altar which is different from the puja altar in general is that there is a photo of a person who has died in front of the Syoko altar, which aims to help condition the minds of the Buddhist community who praises remembering all the virtues that have been carried out by people who have died while still Kematian dan Alam Barzakh. terj.. Solo SerangkaiMahir Ash-ShufiAhmadAsh-Shufi, Mahir Ahmad. 2007. Misteri Kematian dan Alam Barzakh. terj.. Solo ChodjimChodjim, Achmad. 2002. Syekh Siti Jenar Makna Kematian. Jakarta Serambi Ilmu The Religion of JavaCli GeertzGeertz, Cli d. 983. The Religion of Java. Terj. JakartaAswab Mahasin Pustaka Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi OptimismeKomarud HidayatHidayat, Komarud 2005. Psikologi Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme, Jakarta PT Mizan Penelitian Living Qur"an dan HadisM MansyurMansyur, M. dkk. 2007. Metodologi Penelitian Living Qur"an dan Hadis. 2007. TH-Press. Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta Unit Pengadaan Buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawwir KrapyakAbmad MuawwirWarsonMuawwir, Abmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta Unit Pengadaan Buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawwir Al-Quran Tafsir Maudhu"i atas Pelbagai Persoalan UmatM ShihabQuraishShihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu"i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta Mizan Kematian Islam Jawa. Pengaruh Tradisi Lokal Indonesia dalam Ritual Kematian IslamMuhammad SholikhinSholikhin, Muhammad. 2010. Ritual Kematian Islam Jawa. Pengaruh Tradisi Lokal Indonesia dalam Ritual Kematian Islam. Yogyakarta Penerbit Kubur Barzakh Digali dan Al-Qur "an dan HadisM Ali UmarHasanUmar, M. Ali Hasan. 1979. Alam Kubur Barzakh Digali dan Al-Qur "an dan Hadis. Semarang Toha Putra.
TRIBUNBANTENCOM - Alunan suara gamelan mengiringi upacara wiwitan di Kampung Wisata Dewi Sri, Lodji Londo, Bergas Lor, Kabupaten Semarang, Selasa (28/6/2022). Upacara wiwitan adalah ritual
Pada umumnya upacara kematian dilakukan dengan cara dikubur, namun ternyata ada sejumlah daerah-daerah di Indonesia yang memiliki sejumlah tradisi yang berbeda dari upacara kematian umumnya. Sebenarnya tradisi-tradisi tersebut adalah peninggalan kebudayaan sebelum datangnya agama Islam dan kristen ke Indonesia. Berikut 14 tradisi unik upacara kematian di Rambu Solo’ - Toraja SelatanUpacara kematian Rambu Solo’ diselenggarakan secara besar-besaran. Persiapan upacara ini dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan. Sementara menunggu persiapan selesai, jasad yang akan dimakamkan di semayamkan terlebih dahulu dalam sebuah peti. Upacara ini disertai dengan upacara penyembelihan berbagai hewan ternak, terutama kerbau. Semakin tinggi status sosial maka semakin banyak kerbau yang akan disembelih. Jumlah kerbau tersebut dapat berkisar antara 24 – 100 ekor. Brobosan dilakukan dengan cara berjalan mondar-mandir sebanyak 3 kali dimulai dari sisi sebelah kanan keranda menerobos bagian bawah keranda jenazah yang sedang diangkat tinggi-tinggi. Ritual ini dilakukan sebelum jenazah diberangkatkan ke pemakaman. Tujuan dilakukannya tradisi ini adalah untuk menghormati orang yang sudah meninggal serta mengambil tuah dari orang tersebut. Misalnya jika orang tersebut berumur panjang ataupun memiliki ilmu yang tinggi. Dipercaya bahwa semua tuah itu akan menurun pada anggota keluarga yang melakukan brobosan. Jika yang meninggal masih anak-anak maka tradisi ini tidak ini berupa proses kremasi atau pembakaran jenazah. Tujuan dari upacara ini adalah untuk mensucikan roh orang yang sudah meninggal. Jika pihak yang meninggal tersebut berasal dari kasta tinggi maka upacara ngaben akan segera dilaksanakan. Sebaliknya jika orang tersebut berasal dari kasta rendah maka jenazahnya biasanya dikuburkan terlebih dahulu untuk kemudian digali kembali ketika akan diselenggarakan ngaben. Upacara ini dapat memakan waktu hingga berhari-hari. Puncaknya adalah pembakaran jenazah beserta kerandanya yang berbentuk lembu atau vihara. Berhubung upacara ini dapat menelan biaya yang mahal maka bagi orang yang tidak memiliki cukup uang dapat menyelenggarakan upacara ini secara kolektif. 4. Saur Matua - Sumatera UtaraUpacara ini dilakukan khusus untuk seseorang yang meninggal pada saat semua anaknya sudah menikah dan memiliki anak. Dalam upacara ini ada pembagian khusus terhadap hewan yang disembelih kepada pihak-pihak yang meninggal di desa ini tidak dikuburkan maupun dibakar. Jenazah akan diletakkan di bawah sebuah pohon yang disebut taru menyan. Jenazah hanya akan ditutupi dengan sungkup bambu. Di sekitarnya diletakkan beberapa perlengkapan mendiang. Dikabarkan bahwa meskipun demikian tempat ini tidak mengeluarkan bau busuk. Hal ini dipercaya disebabkan oleh pohon taru menyan yang menaungi tempat tersebut mampu melenyapkan bau-bau yang dihasilkan oleh mayat-mayat yang diletakkan di adalah sebuah kepercayaan peninggalan zaman megalitikum. Upacara kematian dengan menggunakan tradisi ini masih sarat dengan kepercayaan akan kekuatan roh nenek moyang. Upacara kematian marapu dapat menelan biaya yang sangat mahal. Hal ini disebabkan karena ada sejumlah hewan ternak yang harus disembelih sepanjang prosesi ini. Oleh karenanya upacara kematian ini dapat ditunda hingga bertahun-tahun seteah kematian seseorang. Penganut kepercayaan marapu juga memakamkan jenazah dalam posisi seperti janin dalam rahim. Kuburan yang digunakan juga unik yaitu berupa batu yang diberi lubang dan kemudian ditutup dengan batu lagi. Tradisi ini tentunya mengingatkan kita pada sarkofagus dari zaman batu ya dulu orang-orang di Minahasa dikuburkan dalam sebuah kotak batu yang ditutup dengan sebuah penutup berbentuk limas segiempat. Jenazah diletakkan dalam kotak batu yang disebut waruga dalam posisi tumit menyentuh pantat dan muka mencium lutut. Tradisi ini kemudian dilarang sekitar tahun 1870’an oleh Belanda menyusul merebaknya wabah pes dan Mumifikasi suku Asmat - PapuaTidak sembarang jenazah yang dimumifikasi oleh suku Asmat. Tradisi ini hanya dilakukan pada jenazah-jenazah kepala suku atau orang-orang tertentu yang memiliki posisi penting dalam suku tersebut. Kalau kita perhatikan dari ulasan-ulasan sebelumnya sepertinya posisi memeluk lutut itu memang posisi sakral dalam kepercayaan animisme – dinamisme ya Iki Palek suku Dani - PapuaJika ada bagian anggota keluarga yang meninggal maka anggota keluarga yang masih hidup akan memotong ruas jari tangannya. Hal ini merupakan simbol kedukaan. Umumnya hal ini hanya dilakukan oleh wanita tertua di keluarga tersebut, namun ada juga kaum lelaki yang ikut melakukannya sebagai simbol kesetiaan. Proses pemotongan jaripun dilakukan dengan spontan menggunakan benda tajam ataupun menggunakan gigi alias digigit hingga putus. 10. Tiwah suku Dayak - Kalimantan TengahProsesi ini dilakukan oleh penganut agama kaharingan. Jasad yang sudah dikuburkan kemudian digali. Tahapan selanjutnya adalah pensucian tulang-belulang tersebut melalui suatu upacara khusus disertai dengan penombakan sejumlah hewan ternak. Tahapan akhir adalah meletakkan tulang-belulang tersebut ke dalam sebuah tempat khusus yang tidak menyentuh Sirang-sirang suku batak marga Sembiring – Sumatera UtaraSirang-sirang merupakan upaca kremasi yang diduga merupakan pengaruh agama hindu. Abu jenazah yang sudah dibakar kemudian dilarungkan ke sungai. Tradisi ini hanya dilakukan zaman dulu. Tradisi ini berhenti dilaksanakan karena dianggap rumit dan mengerikan. Faktor lainnya adalah karena masuknya pengaruh agama Islam dan Kristen dalam marga Kuburan bayi Kambira - TorajaProsesi ini berlaku bagi bayi-bayi asal Tana Toraja yang meninggal sebelum tumbuh gigi. Pohon yang dijadikan lokasi pemakaman adalah pohon Tarra yang memiliki banyak getah. Jenazah bayi akan dimasukkan dalam lubang yang dibuat pada pohon tersebut tanpa berbalut kain. Tujuannya adalah agar bayi tersebut dapat terlahir kembali lewat rahim yang Makam di atas Tanah dayak Benuaq - KalimantanMasyarakat dayak Banuaq tidak menguburkan jenazah orang yang sudah meninggal di dalam tanah. Pada saat pertama kali meninggal, jenazah akan dimasukkan dalam kayu bulat dan digantung di sekiar rumah hingga menjadi tulang belulang. Setelah itu akan dilakukan upaca pemberkatan dan tulang-belulang tersebut akan dipindahkan ke dalam kotak kayu ulin yang permanen. Kotak kayu ini disangga oleh beberapa Batu Lemo - Tana TorajaPara bangsawan Tana Toraja akan dikuburkan dalam bukit batu. Sebuah lubang berukur 3 x 5 pada bukit tersebut biasanya diisi oleh satu keluarga. Di masing-masing lubang biasanya ada sejumlah patung kayu yang disebut tao-tao. Nah itu tadi 14 tradisi unik upacara kematian yang ada di Indonesia. Bagaimana menurut Sobat Kumparan sekalian, apakah kalian berminat untuk menyaksikan secara langsung upacara tersebut?
Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. -- Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. vi, 110 hlm. : ilus. ; 29.7 cm. Untuk SD Kelas IV. ISBN -7 (jilid lengkap) ISBN 978-602-282-242-4 (jilid 4) 1. NBMahasiswa/Alumni Universitas Negeri Malang05 Juli 2022 0554Jawaban yang tepat adalah nomor 2. Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Ada juga yang mengatakan bahwa bentuknya seperti dandang terbalik tetapi memiliki banyak motif hiasan. Nekara diperkirakan ada sejak manusia mengenal teknik peleburan logam. Sementara teknik peleburan sudah dikenal oleh masyarakat praaksara pada masa perundagian atau zaman Fungsi dari Nekara / Moko antara lain 1. Sebagai alat upacara keagamaan/ memanggil roh nenek moyang 2. Alat /benda untuk barter 3. Tempat / wadah atau bekal kubur 4. Genderang untuk perang 5. Alat memanggil hujan 6. Sebagai status sosial 7. Mas kawin Jadi, yang bukan fungsi nekara di tunjukkan oleh nomor 2 mendinginkan air. LABerdasarkan informasi-informasi tersebut corak kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ditunjukkan nomor MHDari jawaban dibawah ini yang tidak termasuk fungsi nekara adalah Yah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan!

Perhatikandata di bawah ini. 1) Ganggang 2) Bumi semakin stabil 3) Mikroorganisme 4) Temperatur bumi tinggi 5) Bumi masih labil 6) Belum ada kehidupan 7) Reptil Dari data di atas, ciri khas serta situasi dan kondisi bumi pada zaman Paleozoikum ditunjukkan pada nomor . answer choices

Perhatikan data Mengiringi ritual kematian. 2 Mendinginkan Upacara memanggil Sebagai genderang perang. 5 Sebagai alat pernyataan-pernyataan tersebut, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor.... A. 1 B. 2 C. 3 D. 4 E. 5PembahasanBerdasarkan pernyataan-pernyataan pada soal, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor 2 mendinginkan B-Jangan lupa komentar & sarannyaEmail nanangnurulhidayat terus OK! 😁 Perhatikanlagi gambar berikut ini! Peta persebaran manusia dan hominid (sekitar 100.000 hingga 1500 tahun yang lalu). Homo sapiens (sejak 195.000 tahun lalu) Neanderthal ( tahun lalu) Hominid purba (2,5-0,6 juta tahun lalu Dari peta itu dapatlah dibaca dinamika gerakan awal penduduk di Asia Tenggara sebagai mata rantai dari
Diniauliaro Diniauliaro January 2019 1 777 Report Perhatikan Data berikut ini. ritual kematian air memanggil hujan gendering pedang 5. Sebagai alah upacara Dari pernyataan di atas,yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor..... a.1. d.4 b.2. e.5 c.3 alifah2705 D. 4Semoga membantu.. 26 votes Thanks 47 More Questions From This User See All Diniauliaro December 2018 0 Replies fungsi sarung tangan saat bekerja di laboratorium bila ada bahan kimia mengenai balian tubuh anda? Apa yang anda lakukan? Answer Diniauliaro December 2018 0 Replies 1. 2a-b+3b 2. 2a-3b-ac Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Tulislah ilustrasi iklan baris di samping ini! perantara tnh Weleri Semarang 500m2 .Harga 100 jt nego hub budi 08138912345. MOHON JAWAB CEPAT Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Jelaskan yang dimaksud dengan defacto dan dejure beserta contohnya Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Jelaskan maksud hubungan bilateral dan multilateral Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Mengapa peraturan perundang-undang harus dipatuhi dan dijalankan Answer diniauliaro September 2018 0 Replies 10 contoh kalimat dengantanda hubung perlawanan Answer Recommend Questions AlmaSabrina22720061 May 2021 0 Replies pada zaman dahulu pertunjukan tari colek banyak dilakukan di... Kampung liburan cerita dalam lenong betawi umumnya mengandung pesan.... mrifyal23 May 2021 0 Replies Dewan konstituante yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu yang pertama tahun 1955 mempunyai tugas mimimi890 May 2021 0 Replies jelaskan selat yg menghubungkan sumatera dan jawa jihanhanifa59 May 2021 0 Replies politik etis sering mendapat ejekan sebagai politik sarung tangan sutra. mengapa demikian?jelaskan! Muhammadmansyur May 2021 0 Replies daerah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan majapahit meliputi sumatra jawa Kalimantan Sulawesi nusa tenggara maluku dan papua . pernyataan tersebut di paparkan oleh nadia175356 May 2021 0 Replies penjelasan bagaimana aqidah tanpa filsafat dan filsafat tanpa aqidah said1622 May 2021 0 Replies jelaskan bagaimana sikap masyarakat indonesia terhadap agama dan bagaimana langkah langkah membumikan islam di kampus FikriArdjun3009 May 2021 0 Replies Bentuk bentuk perubahan sosial dan budaya dalam konsep perubahan dan keberlanjutan dalam sejarah fraansiskaa3667 May 2021 0 Replies Nerikut ini yang bukan dampak negative dari penerapan revolusi hijau di indonesia adalah RazanMI May 2021 0 Replies kenampakan bayangan yang lebih kecil dari ukuran benda sebenarnya Nekara merupakan salah satu benda peninggalan masa Praaksara yang sangat dominan di Asia Tenggara. Nekara sendiri juga ditemukan di Flores, Alor, dan Rote. Masyarakat Alor menyebut nekara sebagai moko. Sejak ratusan tahun silam, moko dipakai sebagai alat musik dan mas kawin. Memiliki moko juga meningkatkan status sosial dan dianggap menghargai tradisi warisan leluhur. Untuk masyarakat Alor, Flores, dan Rote nekara juga berfungsi sebagai sarana upacara. Biasanya nekara akan dipukul dan disertai sesaji. Dhafi Quiz Find Answers To Your Multiple Choice Questions MCQ Easily at with Accurate Answer. >> Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia Jawaban terbaik adalah B. -2. Dilansir dari guru Pembuat kuis di seluruh dunia. Jawaban yang benar untuk Pertanyaan ❝Cermati data berikut ini1 Mengiringi ritual kematian2 Mendinginkan air3 Upacara memanggil hujan4 Sebagai gendering perang5 Sebagai alat upacaraDari pernyataan-pernyataan di atas, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor… ❞ Adalah B. Menyarankan Anda untuk membaca pertanyaan dan jawaban berikutnya, Yaitu Bangunan-bangunan megalitik pada dasarnya menggunakan bahan dasar… . dengan jawaban yang sangat akurat. Klik Untuk Melihat Jawaban Apa itu Kuis Dhafi Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung.
lihatdari karakteristik dan rumusan persajakan pada tabel berikut ini. 5 | P e k a n S a s t r a W i l a y a h S u m a t e r a T a h u n 2 0 1 6 , B e n g k u l u 5 - 9 S e p t e m e b e r 2 0 1 6
Tampilan Posting 23,000 Ritual kematian berupa pemakaman dan ritus penguburan merupakan beberapa indikator utama awal mula peradaban manusia. Mereka menunjukkan bukti pembentukan masyarakat sebagai orang memperlakukan tubuh dengan hati-hati dan hormat. Ritual ini adalah bagian dari setiap masyarakat, baik kuno maupun modern. Manusia sangat berbeda satu sama lain, dengan budaya dan identitas yang unik. Terkadang, tampaknya perbedaan itu tidak dapat diatasi. Namun, ada satu hal yang mengikat seluruh umat manusia bersama kematian. Budaya yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang kematian. Oleh karena itu, mereka juga memiliki berbagai ritual yang menggambarkan cara yang “tepat” untuk merawat tubuh. Mari kita jelajahi ritual kematian di seluruh dunia. Masyarakat Amerika Sumber Gambar Unsplash Masyarakat Amerika menggambarkan kematian sebagai hal yang tabu. Orang-orang menggunakan eufemisme untuk menyebut kematian sebagai "meninggalkan" atau mendiang sebagai "tidak lagi bersama kita." Tampaknya ada banyak ketakutan yang terkait dengan gagasan kematian. Ritual Kematian Ritual kematian di Amerika Serikat datang dalam bentuk pemakaman. Pemakaman tradisional di Amerika Serikat biasanya melibatkan dua langkah. Selama kunjungan, ahli pemakaman menempatkan tubuh almarhum pada layar sehingga keluarga dan teman-teman dapat memberikan penghormatan. Ini bisa berupa peti mati terbuka atau tertutup. Pemakaman, atau upacara peringatan, segera menyusul. Biasanya, ini melibatkan penguburan di kuburan yang paling umum. Karena kebanyakan orang Amerika beragama Kristen, kebaktian itu melibatkan doa, pembacaan Alkitab, atau eulogi oleh orang-orang terkasih. Beberapa orang mungkin mengadakan pertemuan atau makan setelah pemakaman di lokasi lain. Penghindaran Masyarakat Amerika mendekati kematian sebagai musuh yang harus diperangi. Pasien di rumah sakit "memerangi penyakit" dan "menjadi korban" sampai mati. Meskipun kematian adalah aspek kehidupan yang tak terhindarkan, masyarakat Amerika berusaha melawan hal yang mustahil. Orang-orang melihat obat-obatan modern dan mesin berteknologi tinggi sebagai solusi potensial untuk menang dalam pertempuran melawan kematian. Masyarakat Amerika juga cenderung mengabaikan penyebutan kematian. Ketika orang menjadi sakit atau tua, keluarga mereka mengirim mereka ke rumah sakit atau panti jompo. Akibatnya, orang tidak menyaksikan proses kematian secara langsung. Rumah duka dan proses pembalseman juga menjauhkan orang dari kematian. Morticians mendandani tubuh menggunakan kosmetik dan pakaian. Mereka memberi tubuh penampilan kehidupan. Ini adalah salah satu alasan pemakaman itu bisnis adalah seperti industri komersial. Orang-orang menghabiskan ribuan dolar untuk menjauhkan kekacauan kematian dari mereka. Pada tahun 2019, biaya rata-rata pemakaman nasional adalah $7,640. Ukuran pasar industri rumah duka di Amerika Serikat pada tahun 2021 adalah sekitar $16 miliar. Sebuah Perubahan Akan Datang Tingkat pemakaman menurun dari persen menjadi persen dari 2009 hingga 2018. Namun, tingkat kremasi meningkat dari persen menjadi persen pada waktu yang sama. Keluarga almarhum mulai menjauh dari institusi tradisional seperti rumah duka untuk mendapatkan kontrol lebih besar atas cara orang yang mereka cintai diperlakukan. Mungkin ini menunjukkan pergeseran cara orang Amerika melihat kematian. Masyarakat Jepang Sumber Gambar Wikipedia Dalam masyarakat Jepang, kematian dipandang sebagai bagian biasa dari kehidupan. Ini memiliki tempat khusus dalam budaya Jepang. Kematian adalah hubungan intim dengan keluarga yang terlibat langsung dengan ritual. Agama Ada berbagai agama dalam budaya Jepang yang berkontribusi pada kepercayaan orang tentang apa yang terjadi setelah kematian. Shinto, agama tertua di Jepang, berkisar pada pemujaan leluhur dan roh alam. Ini menggambarkan kematian sebagai tujuan akhir. Begitu orang mati, mereka pergi selamanya. Sekitar 67 persen penduduk Jepang beragama Buddha. Buddhisme mengusulkan bahwa ada siklus kelahiran kembali. Maka, kematian hanyalah akhir dari tubuh fisik. Jiwa hidup di akhirat sampai bereinkarnasi. Kekristenan memperjuangkan gagasan tentang neraka, surga, dan api penyucian. Ia juga memiliki kehidupan setelah kematian, tetapi tidak ada kelahiran kembali. Tindakan yang dilakukan seseorang selama hidup mereka menentukan di mana mereka berakhir selamanya. Ada berbagai ritual kematian dalam masyarakat Jepang yang melibatkan beberapa atau semua aspek dari ketiga agama tersebut. Ritual Kematian Mayat orang yang meninggal dalam budaya Jepang diperlakukan dengan cara yang sama seperti makhluk hidup. Keluarga membawa pulang jenazah sesegera mungkin. Mereka sering menolak otopsi karena dianggap sebagai prosedur invasif. Sebagian besar pemakaman Jepang mengikuti adat Buddha. Setelah beberapa hari dengan jenazah di rumah, keluarga sering mengadakan kebaktian. Tamu membawa uang, dikenal sebagai Kenden, untuk keluarga. Mereka membakar dupa dan berdoa. Kemudian, keluarga mengirim jenazah untuk dikremasi. Akhirnya, keluarga almarhum menggunakan sumpit untuk mengambil tulang dari sisa-sisa kremasi. Hal ini memungkinkan keluarga untuk menunjukkan perhatian dan cinta mereka untuk almarhum. Ritual ini berfungsi sebagai tugas akhir keluarga terhadap orang yang meninggal. Meskipun ini berfokus pada pemakaman yang lebih tradisional, penting untuk dicatat bahwa ada aspek komersial yang berkembang pada ritual kematian Jepang. budaya Secara historis, samurai di bawah kode Bushido digunakan untuk melakukan seppuku, atau bunuh diri ritual, jika diinstruksikan. Mereka diharapkan mati untuk rekan-rekan mereka atau tuan mereka setiap saat. Seppuku dianggap terhormat dan berani. Orang asing, terutama orang Barat, sering memandang masyarakat Jepang sebagai orang yang berpusat pada kematian. Mereka percaya bahwa Jepang meromantisasi kematian dan kematian. Namun, ini tidak terjadi. Kematian memainkan peran penting dalam masyarakat Jepang karena orang Jepang melihatnya sebagai bagian dari kehidupan. Mereka menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang kepada almarhum. Kematian adalah urusan intim yang memungkinkan keluarga untuk terlibat langsung. Masyarakat Tibet Sumber Gambar Amy Houchin, Blog Cendekia Pemakaman Langit Ritual kematian di Tibet datang dalam bentuk penguburan langit. Pemakaman langit mengikuti gagasan Buddhis tentang kematian. Dalam ritual ini, burung pemakan bangkai memakan tubuh almarhum. The pemakaman langit terdiri dari dua langkah. Yang pertama adalah persiapan. Keluarga membungkus tubuh almarhum dengan kain putih tradisional dan menempatkannya di rumah hingga 5 hari. Ini agar jiwa dapat bertransisi menuju kelahiran kembali. Imam membaca kitab suci untuk membersihkan jiwa dari tubuh. Langkah kedua adalah penguburan langit yang sebenarnya. Mayat almarhum dibawa ke tempat yang tinggi pada "hari keberuntungan". Di sana, tubuh beristirahat dalam posisi janin. Ini untuk mewakili cara orang memasuki dunia sebagai bayi. Jadi, tubuh meninggalkan bumi dengan cara yang sama ketika memasukinya. Para pendeta menyalakan asap murbei untuk menarik burung nasar. Akhirnya, burung nasar turun ke tubuh dan memakannya. Keyakinan Orang-orang di Tibet percaya bahwa burung nasar adalah burung suci. Mereka tidak membunuh makhluk, tetapi memakannya setelah mereka mati. Burung nasar dikenal sebagai Dmirip dalam bahasa Tibet, yang mengacu pada dewa perempuan. Burung nasar memakan tubuh dan membawanya ke surga sampai reinkarnasi. Asap murbei berfungsi sebagai jalan yang mengundang Dakini ke pemakaman langit. Tubuh berfungsi sebagai persembahan kepada para dewa. Jika burung nasar memakan tubuh dengan cepat, itu dianggap menguntungkan. Ini berarti bahwa orang mati akan mencapai kelahiran kembali. Jika burung pemakan bangkai tidak memakan mayatnya, itu berarti orang yang meninggal telah melakukan dosa besar. Jika ini terjadi, para imam akan memanjatkan doa untuk membersihkan orang yang meninggal dari dosa-dosa mereka. Ada beberapa tabu yang terkait dengan penguburan langit. Ritualnya bersifat pribadi, dan orang asing tidak diperbolehkan berada di dekat tempat pemakaman. Anggota keluarga juga tidak dapat hadir karena jiwa mungkin berlama-lama alih-alih pindah. Ada juga elemen praktis ke pemakaman langit. Di Tibet, tanah yang membeku membuat sulit untuk melakukan penguburan yang sebenarnya. Pemakaman langit juga mempromosikan lingkaran kehidupan. Saat burung nasar memakan tubuh, manusia kembali ke alam. Masyarakat Ghana Sumber Gambar The Mercury News Di Ghana, pemakaman adalah tentang menghormati ingatan almarhum. Mereka fokus merayakan kehidupan orang yang meninggal daripada berfokus pada kesedihan. Meskipun ada budaya yang berbeda di Ghana, kami akan fokus pada mayoritas untuk ritual kematian. Ritual Kematian Ritual kematian dalam bentuk pemakaman di Ghana adalah urusan yang rumit. Peti mati atau peti mati memegang tubuh almarhum. Para pengusung peti jenazah mengarak peti mati melalui jalan-jalan sementara anggota keluarga dan peserta menari di sampingnya. Kebanyakan pemakaman terjadi pada akhir pekan, biasanya pada hari Sabtu. Rakyat perjalanan ke berbagai kota dan desa untuk hadir. Peserta mengenakan pakaian tradisional hitam atau merah dan dapat membawa hadiah. Semakin banyak orang yang datang ke pemakaman berarti almarhum sangat disukai. Akibatnya, pemakaman adalah acara sosial besar di mana orang datang ke pesta, minum, dan makan. Beberapa pemakaman mungkin melibatkan upacara peringatan di mana orang berdoa untuk almarhum. Namun, sebagian besar pemakaman melibatkan tarian dan perayaan. Industri Pemakaman sangat dikomersialkan di Ghana. Industri pemakaman adalah industri lokal terbesar, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Biaya pemakaman rata-rata sekitar $15,000 hingga $20,000. Orang menghabiskan banyak uang, jika tidak lebih, uang untuk pemakaman seperti pernikahan. Meskipun komersialisasi pemakaman mirip dengan masyarakat Amerika, alasan di baliknya berbeda. Masyarakat Amerika melihat kematian sebagai hal yang tabu. Industri pemakaman mereka bergantung pada menjauhkan kematian dari publik. Komersialisasi pemakaman di Ghana berasal dari pemahaman yang berbeda tentang kematian. Mereka melihat kematian sebagai sebuah perayaan, jadi industri pemakaman memanfaatkan aspek itu. Banyak bagian pemakaman menggambarkan sifat komersial kematian di Ghana. Papan reklame besar dengan harga mulai dari $600 hingga $3,000 mengumumkan pemakaman. Orang-orang menyewa drumer dan band untuk mengiringi peti mati dalam parade. Tukang kayu lokal membuat peti mati yang unik untuk individu. Belakangan ini, peti mati atau peti mati mewakili pekerjaan almarhum atau beberapa aspek kepribadian mereka. Ini juga menunjukkan status sosial dan kekayaan. Oleh karena itu, peti mati dapat berbentuk botol Coca-Cola, ikan, atau pesawat terbang. Pemakaman mewah sering menghadapi reaksi dari tokoh masyarakat. Beberapa percaya bahwa terlalu banyak uang masuk ke orang mati daripada hidup. Namun, mayoritas percaya bahwa perayaan seputar kematian membuat proses berduka lebih mudah. Kesimpulan Sumber Gambar Tulang Tidak Berbohong Budaya dan masyarakat di seluruh dunia memiliki cara unik mereka sendiri dalam menghadapi kematian. Karena kematian adalah bagian integral dari kehidupan, melihat ritual lain selain ritual sendiri tampaknya salah dan tidak pantas. Namun, penting untuk dipahami bahwa tidak setiap budaya melihat kematian dengan cara yang sama. Orang Amerika, sebagian besar, takut mati. Ritual mereka berkisar pada penghindaran itu. Rumah duka membalsem dan mendandani tubuh untuk memberikan ilusi kehidupan. Rumah sakit terus sekarat dan pasien tua jauh dari publik. Masyarakat Amerika mengkomersialkan kematian untuk membuatnya lebih klinis dan jauh. Japanese budaya Buddha, di sisi lain, melihat kematian sebagai sesuatu yang intim dan tak terhindarkan. Keluarga memainkan peran besar dalam memelihara jenazah dan memastikan bahwa pemakaman memperlakukan jenazah dengan hormat. Pemakaman langit di Tibet tampaknya, bagi sebagian orang bukan bagian dari budaya itu, agak kejam dan kejam. Namun, mereka melihat penguburan langit sebagai spiritual. Burung nasar membawa jiwa dan tubuh ke surga untuk mempersiapkan kelahiran kembali. Pemakaman langit mengikuti lingkaran kehidupan. Pemakaman di Ghana adalah perayaan kehidupan, meskipun mungkin tampak mewah dan boros. Mereka menyatukan orang-orang yang dicintai dari almarhum, sehingga mereka dapat menikmati kebersamaan satu sama lain. Meskipun pemakaman Ghana agak komersial, mereka mengandalkan keintiman dan keterikatan dengan almarhum. Persepsi yang berbeda tentang kematian cocok untuk ritual yang berbeda. Hanya karena mereka berbeda dari ritual kita tidak berarti bahwa ritual ini salah arah atau salah. Semua ritual dan adat ini memiliki tujuan yang sama. Mereka membantu orang menghadapi kehilangan dan kesedihan dan kematian yang tak terhindarkan.
Perhatikangambar berikut ini: Pernah saya menemani seorang teman yang menangis tersedu-sedu mengiringi jenazah ibunda tercinta ke liang lahat. Satu hal yang sangat membuatnya bersedih dan perih selama ibundanya masih hidup, dia kurang memperhatikannya. Karena kita membuat data base latihan, maka kita akan menggunakan database ini
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 Pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Adapun jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang yang ditentukan menggunakan teknik snowball sampling di mana penentuan informan berikutnya ditemukan berdasarkan rujukan dari informan sebelumnya, dengan kriteria merupakan masyarakat yang berdomisili di Toraja Utara dan memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi dengan member check sebagai teknik keabsahan data. Adapun teknik analisis data pada penelitian ini antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah dengan melalui ritual adat Ma'palin yang merupakan proses pemindahan orang yang telah meninggal dari dalam tanah dan dipindahkan ke dalam patane, yang dilaksanakan selama tiga hari yang meliputi a Hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke tanah, dan kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibakar dengan kain kaseda ke dalam patane. 2 Faktor-faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a Adanya aturan pemerintah yang tidak mengijinkan kegiatan atau acara besar-besaran yang menghadirkan banyak orang dan b Dikucilkan oleh masyarakat setempat. Kata Kunci Ritual kematian dan korban covid-19. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kesatuan dengan beragam budaya, ras, agama dan juga adat istiadat. Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki adat tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini merupakan suatu bentuk dari keberagaman budaya yang mana masyarakatnya memiliki hak dan kebebasan untuk Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 PELAKSANAAN RITUAL KEMATIAN KELUARGA KORBAN COVID 19 DI TANA TORAJA Oleh Jelsita Banna1, Muhammad Syukur2 1,2Program Studi pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Makassar Email jelsitabanna30 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 Pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Adapun jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang yang ditentukan menggunakan teknik snowball sampling di mana penentuan informan berikutnya ditemukan berdasarkan rujukan dari informan sebelumnya, dengan kriteria merupakan masyarakat yang berdomisili di Toraja Utara dan memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi dengan member check sebagai teknik keabsahan data. Adapun teknik analisis data pada penelitian ini antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah dengan melalui ritual adat Ma’palin yang merupakan proses pemindahan orang yang telah meninggal dari dalam tanah dan dipindahkan ke dalam patane, yang dilaksanakan selama tiga hari yang meliputi a Hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke tanah, dan kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibakar dengan kain kaseda ke dalam patane. 2 Faktor-faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a Adanya aturan pemerintah yang tidak mengijinkan kegiatan atau acara besar-besaran yang menghadirkan banyak orang dan b Dikucilkan oleh masyarakat setempat. Kata Kunci Ritual kematian dan korban covid-19. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kesatuan dengan beragam budaya, ras, agama dan juga adat istiadat. Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki adat tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini merupakan suatu bentuk dari keberagaman budaya yang mana masyarakatnya memiliki hak dan kebebasan untuk Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 mengembangkan dan mewariskan budaya atau adat yang mereka miliki tanpa merusak tatanan sosial yang ada. Sebagaimana merujuk pada UU No. 6 Pasal 18 B ayat 2 Tahun 2014 tentang desa dalam Ilyasa, 2020 menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional hanya pada dalam sistem hukum Indonesia. Artinya masyarakat bebas memiliki adat istiadat yang sesuai dengan undang-undang yang dihormati dan dijunjung tingi. Di mana adat tersebut diakui keberadaannya dan direalisasikan sesuai dengan kepercayaan masyarakatnya. Secara umum adat istiadat tidak bisa dipisahkan dari tradisi. Tradisi sendiri merupakan suatu bentuk kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Menurut Van Reusen dalam Rofiq, 2019 berpendapat bahwasannya tradisi ialah sebuah peninggalan ataupun warisan ataupun aturan-aturan, ataupun harta, kaidah- kaidah, adat istiadat dan juga norma. Akan tetapi tradsisi ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat berubah, tradisi tersebut malahan dipandang sebagai keterpaduan dari hasil tingkah laku manusia dan juga pola kehidupan manusia dalam keseluruhannya. Dari pendapat yang telah diuraikan dapat dijelaskan bahwa tradisi merupakan warisan leluhur yang dilakukan turun temurun dan menjadi kebiasaan yang melekat pada kehidupan masyarakat, di mana tradisi ini menjadi bagian dari budaya masyarakat dan dipercaya dan dilaksanakan dari generasi ke generasi. Di Indonesia sebagian besar daerahnya memiliki tradisi yang beragam salah satunya yaitu daerah Tana Toraja. Toraja dikenal dengan tradisi yang sangat beragam dan unik terutama pada ritual kematian yang dikenal dalam bahasa Toraja sebagai rambu solo’. Ritual kematian merupakan salah satu bentuk cara yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat pada daerah tertentu untuk menghormati arwah orang yang telah meninggal. Ritual kematian rambu solo’ pada masyarakat Toraja yang merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun sebagai salah satu ritus yang sangat dijunjung dan diyakini oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan bagi orang-orang yang telah meninggal terlebih kaum keluarga atau kerabat. Menurut Suhamihardja dalam Naomi et al., 2020 suku Toraja terkenal sebagai suku yang masih memegang teguh adat. Setiap pekerjaan mesti dilaksanakan menurut adat, karena melanggar adat adalah suatu pantangan, apalagi dalam upacara kematian. Pada umumnya upacara kematian atau pemakaman adat rambu solo’ dilakukan dengan besar-besaran karena, anggapan masyarakat Toraja apabila rambu solo’ diadakan semakin meriah, dan banyak harta dikorbankan maka semakin tinggi status sosial orang yang meninggal. Kebanyakan yang melakukan hal itu adalah golongan-golongan bangsawan dan golongan bangsawan menengah. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Sehingga dapat dijelaskan bahwa adat merupakan sesuatu yang sakral yang mana dalam pelaksanaanya harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dari adat itu sendiri. Salah satu adat yang masih kental di Tana Toraja adalah upacara kematian rambu solo’ yang mana dalam pelaksanaannya dilakusan berdasarkan tingkat kemampuan dari pihak keluarga. Rambu solo’ merupakan ritus tertinggi dalam upacara ritual masyarakat Toraja, yang pada umumnya memiliki tujuan untuk memberikan penghormatan dan mengantarkan arwah dari orang-orang yang telah meninggal. Paganggi, 2020 menjelaskan Rambu solo’ sebagai sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga almarhum membuat sebuah pesta sebagi tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal untuk melakukan upacara terakhir bagi mendiang. Upacara ini bagi masing- masing golongan masyarakat tentunya berbeda-beda. Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa rambu solo’ merupakan tradisi yang dilaksanakan dalam rangka memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal yang pelaksanaannya dilakukan pada sore hari yakni ketika matahari mulai terbenam dan dilaksanakan dengan meriah dan dihadiri banyak orang terutama kerabat-kerabat keluarga dari orang yang meninggal. Prosesi ritual rambu solo’ dilaksanakan dengan mahal, di mana diyakini bahwa semakin banyak biaya yang digunakan maka semakin megah pula ritualnya Ihsan & Syukur, Pada awalnya prosesi ritual rambu solo’ hanya dilaksanakan bagi kaum bangsawan tetapi seiring waktu, bukan hanya kaum bangsawan yang melaksanakan ritual rambu solo’ ini melainkan siapapun yang memiliki cukup harta bisa melaksanakan ritual rambu solo’. Pelaksanaan ritual kematian rambu solo’ ini sudah menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat Toraja, sehingga tidak heran jika sering ditemui acara kematian pada masyarakat Toraja. Upacara ritual rambu solo’ selalu dihadiri oleh khalayak banyak bukan hanya kaum keluarga saja. Pelaksanaan ritual umumnya dilaksanakan secara besar-besaran dan meriah serta dihadiri oleh banyak orang sehingga tidak heran jika ritual ini memakan banyak biaya. Hidayah dalam Rusdiana, menjelaskan tradisi pemakaman Rambu Solo’ merupakan salah satu upacara adat di Tana Toraja yang diwariskan oleh leluhur kepada generasi penerusnya hingga saat ini. Upacara ini dilakukan sebagai tanda penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Tradisi Rambu Solo didasari oleh kepercayaan masyarakat Toraja Dahulu dalam melaksanakan ritual rambu solo’ biasanya didasarkan pada status sosial masyarakat Toraja yakni terdiri dari empat tingkatan, yang pertama tana’ bulaan yaitu golongan bangsawan, kedua tana’ bassi yaitu golongan bangsawan Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 menengah, ketiga tana’ karurung yaitu rakyat biasa/rakyat merdeka, dan yang keempat adalah tana’ kua-kua di mana mereka adalah golongan hamba. Menurut Tangdilintin dalam Patadungan et al., 2020 tingkatan dalam upacara rambu solo’ menunjukkan strata sosial masyarakat. Tingkatan tersebut memiliki empat macam yaitu 1 upacara Dasilli’ merupakan upacara pemakaman level paling rendah dalam aluk todolo merupakan nilai-nilai kepercayaan yang dianut orang toraja atau secara khusus dapat disebut sebagai animisme Pasanggara dalam SESA, 2022. Upacara ini untuk strata terendah dan untuk anak yang belum bergigi. 2 upacara Dipasangbongi merupakan upacara untuk rakyat biasa/rakyat merdeka Tana’ karurung, upacara ini hanya memerlukan waktu satu malam; 3 upacara Dibatang atau Digoya Tedong merupakan upacara untuk bangsawan menengah Tana’ bassi dan bangsawan tinggi yang tidak mampu. 4 upacara Rampasan merupakan upacara untuk bangsawan tinggi tana’ bulaan. Namun demikian seiring dengan perkembangan ekonomi status sosial berdasarkan kedudukan dan keturunan tidak lagi menjadi acuan dalam pelaksanaan rambu solo’ melainkan siapapun yang merasa mampu dan memiliki harta dapat melaksanakan ritual rambu solo’. Namun perayaan ritual rambu solo’ sudah tidak lagi dilaksanakan dibeberapa tempat di Toraja Utara, hal ini dikarenakan adanya kendala utama yaitu Covid 19 yang sejak februari 2020 yang mengakibatkan banyak aktivitas yang dibatasi terutama dalam hal perayaan ritual kematian rambu solo’ karena adanya kegiatan berkerumun dan berkumpul. Haq et al., 2020 menjelaskan peraturan pemerintah mengenai pembatasan sosial sebagai berikut “Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Covid-19 ditetapkan pada 31 Maret 2020”. Pemerintah Daerah Pemda dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu. PSBB dilakukan dengan pengusulan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Menteri Kesehatan. Selain itu aturan untuk membatasi gerak sosial juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 ditetapkan pada 3 April 2020. Dari pernyataan di atas dapat dijelakan bahwa pembatasan sosial merupakan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri guna mencegah penyebaran virus corona dari aktivitas sosial masyarakat mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten atau kota. Hairi, 2020 menegaskan bahwa “kebijakan PSBB antara lain 1 Peliburan sekolah dan tempat kerja; 2 Pembatasan kegiatan keagamaan; 3 Pembatasan kegiatan di tempat/fasilitas umum; 4 Pembatasan kegiatan sosial budaya; 5 Pembatasan moda transportasi; dan 6 Pembatasan kegiatan lainnya terkait aspek pertahanan dan keamanan”. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Pembatasan sosial social distancing menjadi faktor utama mengapa ritual rambu solo’ dibatasi karena ritual ini melibatkan perkumpulan banyak orang sehingga dapat berpotensi penyebaran virus covid 19 lebih besar. Banyak ditemukan beberapa kasus di mana korban yang meninggal akibat Covid-19 dimakamkan berdasarkan protokol penatalaksanaan pemulasaraan dan pemakaman jenazah Covid 19. Sehingga tidak memungkinkan bagi keluarga untuk melaksanakan ritual kematian rambu solo’ seperti pada umumnya. Tingkatan pada upacara rambu solo’ tidak lagi terlaksana seperti biasanya karena adanya aturan yang berlaku Mawarni et al., 2023. Hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra dalam masyarakat, yang mana beberapa keluarga tetap ingin melaksanakan upacara pemakaman yang layak bagi keluarga atau kerabat yang meninggal. Salah satu kasus yang ditemui di Kecamatan Sa’dan Dusun Buntukerre’ di mana korban dinyatakan meninggal karena positif virus corona oleh rumah sakit Lakipadada. Korban dengan Inisial J tersebut dinyatakan meninggal karena virus corona setelah melakukan rapid tes di rumah sakit Lakipadada Toraja Utara. Pihak keluarga berasumsi bahwa korban meninggal bukan karena Covid sehingga pihak keluarga berencana untuk melaksanakan ritual kematian bagi korban tetapi hal tersebut tidak disetujui baik dari pihak rumah sakit maupun dari pemerintah setempat. Oleh karena itu pelaksanaan ritual kematian korban dengan inisial J ini dilaksanakan pada hari ke empat puluh kematian korban, di mana pihak keluarga melakukan upacara atau ibadah penghiburan bagi keluarga yang mana pada proses ini tidak lagi dihadiri oleh ribuan orang melainkan hanya pihak keluarga dan kerabat yang terkait. Kasus lain yang ditemukan adalah korban Covid-19 dengan inisial P di mana korban dinyatakan meninggal karena positif Covid-19 oleh puskesmas Kondo Dewata di mana pihak puskesmas mengatakan bahwa korban harus dimakamkan berdasarkan protokol yang berlaku namun pihak keluarga tidak menyetujui hal tersebut karena pihak keluarga yakin bahwa korban meninggal bukan karena covid-19 melainkan penyakit yang dideritanya. Sehingga pihak keluarga bersikeras untuk menyimpan korban sesuai dengan tradisi sebelum diadakan ritual kematian. Korban disimpan dinanna selama sepuluh bulan sebelum diacarakan. Namun dalam perayaannya diberlakukan syarat di mana orang yang menghadairi ritual tersebut diharuskan mematuhi protokol kesehatan dan juga jumlah tamu yang datang tidak sebanyak perayaan ritual sebelumnya, faktor utama dari kurangnya orang yang hadir adalah ketakutan dan kekhawatiran akan penularan virus corona. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan judul “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid 19 di Tana Toraja”. METODE PENELITIAN Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara” menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatakan deskriptif. Sebagaimana dikatakan Bodgan dan Taylor dalam Purnama, 2020 “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang mampu menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan, dan perilaku dari orang-orang yang diamati”. Dari beberapa defenisi tersebut tentunya sejalan dengan tujuan penelitian ini yang bermaksud untuk mendeskripsikan kontrol sosial masyarakat terhadap waria di taman Makam Pahlawan Panaikang Kota Makassar. Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat sekitar taman makam pahlawan Panaikang Kota Makassar yang terdiri dari 10 orang sebagai informan. PEMBAHASAN Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah melalui ritual ma’palin yang dilaksanakan selama tiga hari sebagai berikut a hari pertama merupakan hari di mana semua anggota keluarga berkumpul untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke dalam tanah. Berdasarkan hasil wawancara dalam upacara ma’palin hari pertama merupakan hari di mana semua nggota keluarga maupun masyarakat sekitar berkumpul untuk melakukan kegiatan menggali kubur dan pengangkatan mayat. Seperti yang dijelaskan oleh Petrus, 2019 “penggalian mayat atau eksomasi adalah penggalian kuburan untuk mengeluarkan kembali mayat yang sudah di makamkan dari kuburnya”. kemudian dilakukan pembungkusan mayat menggunakan kain yang disediakan oleh pihak keluarga yang disebut dengan kaseda kain merah yang merupakan kain Panjang yang dipakai membungkus orang mati. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam, di mana pembakaran hewan ini ditujukan sebagai persembahan kepada orang yang telah meninggal sebagai bekal yang akan ia bawah menuju puya yang dipercayai orang Toraja sebagai tempat peristirahatan di mana para arwah dan leluhur berkumpul dan juga sebagai makanan bagi tamu yang datang dengan cara dibagi-bagikan menjadi potongan tertentu. Seperti yang dijelaskan oleh Naomi dalam Tahirs & Pundissing, 2020 “manta padang merupakan puncak pelaksanaan upacara dengan memotong hewan yaitu kerbau dan babi dan dibagikan secara adat”. Hal ini berdasarkan hasil wawancara yang telah dijelaskan oleh informan yakni pada saat ada perayaan rambu solo’ bagi mereka yang meninggal bukan covid, korban yang sebelumnya meninggal karena covid digali dan kemudian di ikutkan dengan orang yang sedang diacarakan. Hal ini jarang terjadi, namun pada saat Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 melakukan wawancara penulis menemukan salah satu informan yang mana pada saat neneknya diacarakan, ibunya yang dinyatakan meninggal karena covid digali pada saat itu dan dikuburkan ke dalam patane bersama dengan nenek informan. Informan mengungkapkan bahwa hal ini tidak berbeda jauh dengan ritual ma’palin, hanya saja yang membedakan adalah hewan kurban yang dipersembahkan bertambah dan juga jumlah orang yang hadir juga lebih banyak. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibalut dengan kain kaseda tadi ke dalam patane tetapi sebelumnya itu dilakukan ibadah bersama anggota keluarga dan segenap orang-orang yang turut hadir di acara tersebut, yang bertujuan untuk mendoakan arwah atau mayat yang telah dibalut dengan kain, dan agar arwah tenang di alam baka. Kegiatan pemindahan mayat dilakukan dengan mengarak mayat/kerangka yang telah di balut dengan kain dari rumah tongkonan ke liang kubur patane yang dilakukan oleh pihak keluarga dan juga diikuti oleh masyarakat sebagai tanda mengantar orang yang meninggal ke tempat peristirahatannya yang layak. Sesuai yang dijelaskan oleh Naomi et al., 2020 “pemindahan jenazah dari lumbung ke lapangan dilakukan dengan iringan arak-arakan khas masyarakat Toraja”. Berdasarkan hasil wawancara, ibadah penghiburan dilakukan untuk mengenanng korban yang meninggal karena covid yang langsung dikuburkan ke dalam tanah saat meninggal. Pada ibadah penghiburan ini dilakukan pada hari ke-3 dan ibadah penghiburan yang dihadiri oleh pihak keluarga besar korban dan orang sekitar untuk mendoakan arwah korban yang meninggal karena covid agar tenang di alam baka. Apabila dikaitkan dengan teori interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Mead maka tindakan atau alternatif yang diambil oleh pihak keluarga terkait pelaksanaan ritual yang layak bagi korban yang meninggal karena Covid-19 tergambar dalam empat basis tahap tindakan dari interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Mead, yang mana tindakan stimulus atau dorongan muncul ketika pemerintah tidak mengijinkan untuk mengadakan ritual rambu solo’ secara langsung bagi mereka yang meninggal karena Covid-19 maka muncullah dorongan dalam diri masyarakat untuk memikirkan cara apa yang dapat ditempuh untuk memberikan perpisahan yang layak bagi mereka yang meninggal karena Covid. Setelah memikirkan cara yang akan dipakai, dari proses dorongan untuk mencari alternatif lain maka akan memunculkan reaksi persepsi dari masyraakat sendiri sembari mencari cara yang dapat dilakukan. Dari hasil stimulus dan persepsi yang dilakukan oleh masyarakat maka timbullah tahap manipulasi yakni mengambil tindakan untuk melakukan ritual adat ma’palin sebagai alternatif pelaksanaan ritual bagi mereka yang meninggalkan karena Covid-19, dan setelah mengambil tindakan manipulasi maka pihak keluarga akan memutuskan apakah mereka akan melaksanakan ritual ma’palin atau tidak dan kapan ritual akan dilaksanakan konsumasi. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa orang-orang yang meninggal karena Covid di Toraja Utara khususnya Kecamatan Sa’dan pada dasarnya tidak diritualkan secara langsung saat korban meninggal, karena sesuai dengan anjuran pemerintah bahwa mereka yang dinyatakan rumah sakit meninggal karena Covid harus segera dikuburkan. Namun tentu saja karena menyadari bahwa orang Toraja memiliki kepercayaan bahwa orang yang meninggal juga berhak untuk mendapatkan tempat yang layak dan agar arwahnya tenang harus dilakukan tindak lanjut berupa ritual ma’palin yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Ismail, 2019 dengan judul penelitian “Ritual Kematian Dalam Agama Toraja Aluk To Dolo Studi Atas Upacara Rambu solo’. Maka didapatkan perbedaan dan persamaan. Di mana perbedaannya terletak pada bentuk pelaksanaan di mana pada penelitian terdahulu terfokus kepada pelaksanaan rambu solo’ pada umumnya sebelum pendemi covid-19, yang mengatakan bahwa orang yang meninggal sebelum diacarakan masih harus disimpan di atas tongkonan karena mereka masih dinggap ada di dalam dunia, sehingga perlu diadakan rambu solo’ untuk menghantarkannya ke alam baka, begitupun hewan persembahan yang diberikan merupakan bekal bagi orang yang diacarakan karena berdasarkan penelitian terdahulu dikatakan bahwa hewan yang dikorbankan dalam upacara berfungsi sebagai bekal untuk kehidupan di dunia baru yang bernama puya. Kemudian perbedaan lainnya adalah studi kasus yang diteliti, di mana pada penelitian terdahulu meneliti pelakasanaan ritual kematian orang yang meninggal pada umumnya sedangkan pada penelitian yang di teliti oleh penulis lebih berfokus kepada bentuk pelaksanaan ritual rambu solo’ pada korban covid-19 dan hasil penelitian pelaksanaan ritual dilaksanakan dengan cara melalui ritual adat ma’palin sebagai pengganti ritual rambu solo’ pada umumnya. Adapun persamaanya adalah sama-sama meneliti pelaksanaan ritual kematian pada masyarakat Toraja, dan juga kepercayaan bahwa orang yang meninggal tanpa memberikan pelaksanaan yang layak masih dianggap ada di dunia, sehingga diadakan ritual kematian untuk mengantarkan arwah ke alam baka. Adapun penelitian terdahulu yang kedua oleh Naomi et al., 2020 dengan judul “Upacara Rambu Solo’ di Kelurahan Padanggiring Kecamatan Rantetayo Kabupaten Tana Toraja” di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang meninggal belum dikatakan sempurna atau masih dikatakan sakit jika belum diberikan pelaksanaan ritual kematian yang layak sehingga perlu dilakukannya ritual kematian bagi mereka yang meninggal. Sedangkan perbedaannya adalah cara pelaksanaan ritual kematiannya Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala dalam Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara. a. Aturan Pemerintah Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Pelaksanaan ritual kematian merupakan salah satu ciri khas dari daerah Toraja, di mana setiap orang yang meninggal diberikan penghormatan yang sangat meriah layaknya perisahan terakhir yang diadakan secara meriah. Bagi masyarakat Toraja sudah sepantasnya bila orang yang meninggal diritualkan dengan cara yang meriah karena merupakan bentuk perpisahan terakhir dari keluarga yang meninggal. Namun hal ini tidak berlaku bagi mereka yang meninggal karena covid, di mana seperti yang kita ketahui bahwa mereka yang dinyatakan meninggal karena covid langsung ditanam ke dalam tanah, tanpa adanya pelaksanaan ritual rambu solo’. Peraturan pemerintah dalam Andiraharja, 2020 yang menyatakan “Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 COVID-19” di mana aturan ini ditujukan untuk masyarakat agar menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan agar penyebaran virus corona dapat ditekan. Namun berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan, yang menjadi penghambat utama dari tidak dilaksanakannya upacara rambu solo’ seperti biasanya pada korban yang meninggal adalah karena adanya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Memaksakan untuk melaksanakan ritual kematian dalam keadaan yang tidak memungkinkan dapat memicu masalah dalam masyarakat baik antara pemerintah dengan masyarakat maupun masyarakat dengan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Mead dalam Hasbullah & Ahid, 2022 yang menyatakan “Konflik dan status sosial dalam interaksi sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap proses pemaknaan dan tindakan seseorang, di mana Mead menyadari bahwa manusia sering terlibat dalam suatu aktivitas yang didalamnya terkandung konflik”. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami ketika ada tindakan paksaan yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu, akan berpotensi menimbulkan konflik dengan pemerintah. Sehingga informan mengatakan bahwa ketidakberdayaan mereka untuk melakukan ritual rambu solo’ bagi mereka yang meninggal karena Covid-19 adalah hal yang tidak bisa disanggah karena merupakan aturan yang mutlak dari pemerintah. Sebagai masyarakat yang berada di bawah naungan hukum, masyarakat hanya bisa tunduk terhadap aturan yang berlaku. Masyarakat juga menyadari bahwa sebagai warga negara yang berada di bawah naungan hukum, mereka tidak dapat bertindak sesuka hati. b. Dikucilkan oleh masyarakat lain Kemudian adapun hambatan lain yang menjadi faktor tidak dilaksanakannya ritual rambu solo’oleh anggota keluarga yang meninggal karena covid adalah tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Berdasarkan penjelasan dari informan, menyatakan bahwa selain dari aturan pemerintah yang melarang untuk melaksanakan ritual rambu solo’ perasaan dikucilkan oleh masyarakat juga menjadi salah satu penghambat dalam melaksanakan ritual kematian rambu solo’ bagi anggota keluarga yang meninggal karena covid. Seperti yang dijelaskan oleh Livana dalam Namuwali et al., 2022 menyatakan “Stigma muncul dalam perilaku sosial Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 seperti mengucilkan pasien, menolak dan mengucilkan keluarga jenazah karena masih dianggap pembawa virus”. Ketakutan akan virus corona menjadi pemicuh munculnya prasangka buruk dalam masyarakat, terutama mereka yang memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid biasanya akan langsung dijauhi masyarakat untuk sementara waktu atau melakukan karantina mandiri karena ketakutan akan tertularnya orang lain oleh virus corona. Bagi pihak keluarga yang mengalami kedukaan tentu saja rasa sedih yang mereka alami akan bertambah saat masyarakat sekitarnya menjaga jarak, sehingga tidak mungkin bagi pihak keluarga melaksanakan ritual rambu solo’, di samping itu juga, untuk dapat melaksanakan ritual rambu solo’ harus membutuhkan banyak bantuan dan tenaga dari masyarakat sekitar sedangkan pada saat itu keadaan tidak memungkinkan karena pihak keluarga harus melakukan isolasi mandiri dan korban pun langsung dikuburkan sehingga pihak keluarga memilih alternatif lain untuk memberikan acara yang layak bagi anggota keluarga yang meninggal karena covid yakni kegiatan ma’palin dan juga ibadah penghiburan dari pihak keluarga yang diadakan setelah semua anggota keluarga melakukan karantina mandiri dan dinyatakan bebas dari covid. Tanggapan dari masyarakat sangat mempengaruhi apa yang harus dilakukan oleh pihak keluarga yang keluarganya meninggal karena covid, jika dikaitkan dengan teori interaksionisme simbolik seperti yang dijelaskan oleh Umiarso dan Elbadiansyah dalam Nurdin, 2020 “Interaksionisme simbolik memfokuskan pada interaksi sosial perilaku manusia yang dilihat sebagai suatu proses pada diri manusia untuk membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra Sehingga dapat dijelaskan salah satu alasan pihak keluarga tidak melaksanakan ritual kematian pada saat korban meninggal adalah adanya rasa takut terhadap kenyamanan masyarakat sekitar, dan agar terhindar dari prasangka yang tidak baik dan untuk menjaga hubungan yang baik dalam masyarakat. Jika dikaitkan dengan empat basis tahap tindakan menurut Mead yakni implus, persepsi, manipulasi dan konsumasi maka dapat dijelaskan sebagai berikut orang yang meninggal karena virus corona dimaknai sebagai simbol yang dapat menyebabkan penyebaran virus di masyarakat sehingga timbullah rasa takut dari pihak masyarakat kepada pihak keluarga korban covid yang mendorong terjadinya tindakan implus yakni dorongan hati atau rangsangan dari stimulus yang spontan yang mengakibatkan masyarakat seolah menjauh atau menjaga jarak dari keluarga korban covid-19, sehingga komunikasi atau interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bisa terputus atau terganggu sedangkan syarat dari interaksionisme simbolik adalah interaksi alami yang terjadi diantara individu yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan faktor yang menjadi kendala pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara, apabila dianalisis dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik yang mengacu pada basis tindakan, maka dapat Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 dijelaskan bahwa adanya covid-19 sebagai wabah penyebaran virus yang menyebabkan kecemasan dalam masyarakat membuat pemerintah mengambil tindakan secara spontan implus berdasarkan situasi dan keadaan yang terjadi dalam masyarakat, kemudian dari keputusan yang diambil pemerintah maka timbullah persepsi reaksi dari masyarakat terhadap aturan tersebut. Kemudian dari hasil reaksi tersebut maka timbullah mnipulas pengambilan tindakan dari pihak masyarakat terkait aturan pemerintah yakni tidak mengijinkan pelaksanaan perayaan ritual rambu solo’ dalam masyarakat terutama mereka yang meninggal karena covid-19. Kemudian dari hasil pengambilan tindakan atau manipulasi, maka masyarakat sampai kepada basis tindakan konsumasi yakni keputusan untuk mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah. Jika dikaitkan dengan penelitian terdahulu Ismail, 2019 “Ritual Kematian dalam Agama Toraja Aluk Todolo Studi Atas Upacara Kematian Rambu solo’” dengan penelitian yang sekarang “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara” memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaan antara peneliti terdahulu dengan perneliti sekarang adalah sama-sama membahas tentang pelaksanaa ritual kemarian, sedangkan perbedaannya terletak pada rumusan masalah di mana rumusan masalah penelitian terdahulu meliputi pertama, bagaimana makna kematian menurut asli Toraja Aluk Todolo, dan kedua, mengapa mayoritas masyarakat Toraja tetap melaksanakan Rambu Solo’ meskipun menelan biaya yang sangat mahal. Sedangkan rumusan masalah pada penelitian sekarang meliputi pertama, bagaimana pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara, dan yang kedua apa faktor yang menjadi kendala pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara dilaksanakan selam tiga hari meliputi a hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke dalam tanah, kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibalut dengan kain kaseda tadi ke dalam patane. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a aturan pemerintah. b dikucilkan masyaakat sekitar Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 DAFTAR PUSTAKA Andiraharja, D. G. 2020. Peran pemerintah daerah pada penanganan COVID-19. Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, 131, 52–68. Hairi, P. J. 2020. Implikasi hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19. Info Singkat Bidang Hukum, 127, 1–6. Haq, A., Masnarivan, Y., Sari, D. M., Shabiyya, H., & Fadhil, M. 2020. Upaya pencegahan penularan covid-19 di Kelurahan Puhun Pintu Kabun Kota Bukittinggi. BULETIN ILMIAH NAGARI MEMBANGUN, 33, 173–180. Hasbullah, A. R., & Ahid, N. 2022. Penerapan Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era Digital. At-Tahdzib Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 101, 36–49. Ihsan, M., & Syukur, M. Tradisi Mappattabe Pada Masyarakat Bugis di Desa Marannu Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang. Pinisi Journal of Sociology Education Review, 12, 11–20. Ilyasa, R. M. A. 2020. Prinsip Pembangunan Infrastruktur yang Berlandaskan Hak Asasi Manusia Terhadap Eksistensi Masyarakat Hukum Adat di Indonesia. Sasi, 263, 380–391. Ismail, R. 2019. Ritual kematian dalam agama asli Toraja “Aluk to dolo”Studi atas upacara kematian rambu solok. Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 151, 87–106. Mawarni, I. S., Agustang, A., & Syukur, M. 2023. KONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PELAPISAN KASTA PADA ACARA RAMBU SOLO’DI DAERAH TONDO LANGI’TORAJA UTARA. JISIP Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 71. Namuwali, D., Hara, M. K., & Njakatara, U. N. 2022. Pengalaman Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi Mandiri. Jurnal Keperawatan, 143, 863–870. Naomi, R., Matheosz, J. N., & Deeng, D. 2020. UPACARA RAMBU SOLOâ€TM DI KELURAHAN PADANGIRING KECAMATAN RANTETAYO KABUPATEN TANA TORAJA. HOLISTIK, Journal of Social and Culture. Nurdin, A. 2020. Teori Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena Praktis. Prenada Media. Paganggi, R. R. 2020. PERGESERAN MAKNA DALAM PELAKSANAAN UPACARA ADAT RAMBU SOLO‟ PADA MASYARAKAT TORAJA. UNIVERSITAS BOSOWA. Patadungan, E., Purwanto, A., & Waani, F. J. 2020. DAMPAK PERUBAHAN STATUS SOSIAL TERHADAP UPACARA RAMBU SOLOâ€TM DI KELURAHAN TONDON MAMULLU KECAMATAN MAKALE KABUPATEN TANA TORAJA. HOLISTIK, Journal of Social and Culture. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Petrus, A. 2019. Upaya Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus Eksumasi. Majalah Kedokteran Nusantara The Journal of Medical School, 524, 185–190. Purnama, Y. 2020. Faktor Penyebab Seks Bebas Pada Remaja. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 52, 156–163. Rofiq, A. 2019. Tradisi slametan Jawa dalam perpektif pendidikan Islam. Attaqwa Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 152, 93–107. Rusdiana, A. R. KEBUDAYAAN JAWA DALAM NOVEL TEMBANG KALA GANJUR KARYA AGUS SULTON KAJIAN INTERPRETATIF SIMBOLIK CLIFFORD GEERTZ. SESA, E. 2022. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS DALAM WACANA BADONG PADA UPACARA RAMBU SOLO’SUKU TORAJA. UNIVERSITAS BOSOWA. Tahirs, J. P., & Pundissing, R. 2020. Identifikasi Faktor-Faktor Pembiayaan Dalam Pelaksanaan Upacara Adat Kematian Rambu Solo’Budaya Toraja. Kaganga Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Riset Sosial Humaniora, 32, 122–130. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pabisangan Tahirs Rati PundissingThis study aims to identify the financing factors in the implementation of the Toraja culture of the traditional death ceremony Rambu Solo '. The method used is descriptive qualitative. The results showed that the ritual of rambu solo 'was carried out in several stages, namely the stage of ceremony preparation family gathering, making huts, provision of ceremony equipment and ceremonial implementation stages Ma'Pasulluk, Mangriu' Batu Messimbuang, Mebala'kan, Ma'Pasa '. Tedong, Ma'papengkalao, Lantang Mangisi, Ma'palao and Ma'pasonglo, Allo Katongkonan, Allo Katorroan, Mantaa Padang and Me Aa. This research concludes that the implementation of the rambu solo 'ceremony is different for each group social strata. Keywords Implementation cost, Social Strata, Toraja tribeKasus Covid-19 mulai dilaporkan di Indonesia dengan 2 kasus konfirmasi positif pada tanggal 2 Maret 2020. Terhitung hingga tanggal 2 Mei 2020 di Provinsi Sumatera Barat telah ditemukan 182 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Permasalahan di masyarakat saat ini terkait Covid-19 antara lain tingginya urgensi dalam upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 khususnya di tingkat individu atau anggota masyarakat, seperti penggunaan masker, menjaga kebersihan tangan, mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, dan lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat melalui pendistribusian sembako dan peningkatan pengetahuan masyarakat melalui media leaflet, serta pemberian masker non-medis. Kegiatan ini dilaksanakan di RW 003 Kelurahan Puhun Pintu Kabun Kota Bukittinggi. Khalayak sasaran merupakan masyarakat yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah atau terdampak secara ekonomi dari pandemi Covid-19. Sebagian peserta mengisi kuisioner untuk menilai tingkat pengetahuan terkait Covid-19 secara umum. Kegiatan pendistribusian sembako, leaflet dan masker telah terlaksana dengan baik pada 40 orang khalayak sasaran. Berdasarkan hasil yang didapatkan dari kuisioner gambaran pengetahuan masyarakat diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan sudah baik. Pengetahuan yang baik diharapkan dapat diikuti dengan sikap dan perilaku dalam upaya pencegahan Covid-19. Disarankan agar masyarakat dapat menerapkan upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 yang telah disampaikan melalui media leaflet termasuk menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan dan Ginanjar AndiraharjaThis study aimed to assess the strategies that have been implemented by the central and regional governments in handling COVID-19. There are ten regulations related to the research objectives that have been reviewed. The method applied is normative legal research. Second level data is used in this study. The literature reviewed is used to solve researchers' questions. From this study it was revealed that the local government was obliged to decide on the policies that had to be taken in handling COVID-19 with normal basic health service conditions. In the situation of the COVID-19 pandemic, the appropriate regulations were enacted not the Law on Regional Government, but the Law on Health Quarantine. The conclusion of this study, in the condition of public health emergencies there is uncertainty at the local government level, because with the decentralization in the field of health causes basic health service standards vary according to the commitment and fiscal capacity of local governments. Strengthening the role of local government is a major factor in overcoming COVID-19. Health services in the regions must be ensured by the central government to conform to the COVID-19 handling standard. With the current state of public health emergencies, it is hoped that the division of roles of the center and the regions will be expected to ensure the safety of hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19P J HairiHairi, P. J. 2020. Implikasi hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19. Info Singkat Bidang Hukum, 127, Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era DigitalA R HasbullahN AhidHasbullah, A. R., & Ahid, N. 2022. Penerapan Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era Digital. At-Tahdzib Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 101, kematian dalam agama asli TorajaR IsmailIsmail, R. 2019. Ritual kematian dalam agama asli Toraja "Aluk to dolo"Studi atas upacara kematian rambu solok. Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 151, Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi MandiriD NamuwaliM K HaraU N NjakataraNamuwali, D., Hara, M. K., & Njakatara, U. N. 2022. Pengalaman Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi Mandiri. Jurnal Keperawatan, 143, Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena PraktisA NurdinNurdin, A. 2020. Teori Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena Praktis. Prenada Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus EksumasiA PetrusPetrus, A. 2019. Upaya Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus Eksumasi. Majalah Kedokteran Nusantara The Journal of Medical School, 524, Penyebab Seks Bebas Pada RemajaY PurnamaPurnama, Y. 2020. Faktor Penyebab Seks Bebas Pada Remaja. Syntax Literate; 3dBw.
  • 5csowrlw2t.pages.dev/276
  • 5csowrlw2t.pages.dev/303
  • 5csowrlw2t.pages.dev/49
  • 5csowrlw2t.pages.dev/333
  • 5csowrlw2t.pages.dev/58
  • 5csowrlw2t.pages.dev/26
  • 5csowrlw2t.pages.dev/47
  • 5csowrlw2t.pages.dev/281
  • 5csowrlw2t.pages.dev/398
  • perhatikan data berikut ini 1 mengiringi ritual kematian